Boneka Tumbal yang Bikin Antiklimaks

by -

Editorial
Rudi Syahwani (Pemimpin Redaksi)

Dengan ditetapkannya SP selaku Dirut PT Refined Bangka Tin (RBT) dengan RA selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT sebagai tersangka oleh penyidik Jampidsus Kejagung RI pada Rabu (21/2/24) kemarin, lengkaplah sudah komposisi 5 + 1 yang pernah bersepakat kerja sama sewa peralatan pengelogaman Timah sengan PT Timah Tbk pada tahun 2018 lalu. Mereka adalah PT. Refined Bangka Tin (RBT), Venus Inti Perkasa (VIP), Tinindo Inter Nusa (TIN), Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) dan SIP. 5 perusahaan inilah penyangga produksi logam pada PT Timah Tbk kala itu.

SP dan RA seolah menjadi awal sekaligus otak dari seluruh rangkaian kerjasama pada tahun 2018 tersebut yang hari ini berujung perkara mega korupsi. Padahal, baik SP maupun RA bukanlah sosok yang mengundang pertemuan di Hotel Borobudur lapangan banteng pada bulan Mei 2018. Bukan pula yang mengundang pertemuan di Hotel Sofia Jalan Gunawarman pada Juni 2018, ataupun yang ditunjuk sebagai koordinator bagi para pengusaha smelter untuk mengajukan kuota ekspor.

SP dan RA bisa dibilang sekedar boneka yang ditumbalkan dalam perkara ini untuk pasang badan, atas duo big boss yang hari ini tak tersentuh. Karena semestinya tuan RPB dan tuan HM yang diduga merupakan otak utama dalam konsorsium yang merugikan PT Timah Tbk. RPB dan HM yang awalnya menggagas format kerjasama bagi-bagi kuota ekspor bagi seluruh pemain , kemudian mengkrucutkan kepada 5 smelter saja, karena situasi tak kondusif setelah pembagian kuota yang tak merata besarannya.

SP dan RA bahkan hanya sebagai pelaksana tak lebih layaknya petinggi 5 smelter swasta yang telah lebih dahulu diinapkan di Salemba dan Pondok Bambu sejak pertengah Februari 2024 lalu. Inilah yang kemudian disebut antiklimaks setelah SP dan RA ditetapkan sebagai tersangka dalam lingkaran perkara ini. Karena yang ditakuti oleh VIP, SBS, TIN dan SIP saat itu adalah keberadaan RPB dan HM yang merupakan perpanjangan tangannya plus MJ yang bisa menjadi eksekutor.

Ini tentunya menciderai rasa keadilan, di mana RPB maupun HM seolah sama sekali tak tersentuh oleh hukum yang sedang ditegakkan oleh Kejaksaan Agung RI. Baik RPB maupun HM bahkan tak terdeteksi radar pemeriksaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI. Mungkin harus ada suara dalam mimbar bebas di halaman Kejaksaan Agung terlebih dahulu, sehingga kemudian menjadi atensi untuk menyeret RPB dan HM agar ikut bertanggung jawab atas perbuatannya. Harus dengan mimbar bebas untuk memperlihatkan bukti-bukti keterlibatan kedua Big Boss ini. Perlu ditunggu saja tanggal mainnya. Karena dengan pertanggungjawaban RPB dan HM lah proses penegakan hukum ini dapat disebut klimaks.(**)