Polemik Risma Rangkap Jabatan Menteri Sosial Dan Wali Kota Surabaya

oleh
Tri Rismaharini dan Joko Widodo

Setelah menjadi Menteri Sosial (Mensos), Tri Rismaharini  belum mengundurkan diri dari posisi Wali Kota Surabaya. Ia sudah dilantik  Rabu (23/12).

“Saya masih merangkap Wali Kota (Surabaya) mungkin untuk sementara waktu,” ujar Risma dalam acara sertijab Mensos yang disiarkan langsung lewat akun YouTube Kemensos RI, Rabu, 23 Desember 2020.

Risma menyebut sudah mendapat restu dari Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk merangkap jabatan sementara waktu. Jokowi juga mengizinkan Risma jika ingin bolak-balik ke Surabaya.

“Kemarin saya udah izin Pak Presiden. ‘Bagaimana?’ ‘Nggak apa-apa, Bu Risma, pulang-pergi (Jakarta-Surabaya),” kata Risma menirukan ucapan Jokowi.

Risma menuturkan, alasannya belum bisa meninggalkan Surabaya karena masih ingin meresmikan sejumlah tempat yang dibangun semasa pemerintahannya. Dua di antaranya jembatan serta museum olahraga.

“Saya ada buat jembatan ada air mancurnya, sayang kalau saya enggak resmikan itu, saya cuma ingin pulang itu. Sama meresmikan museum olahraga karena di situ ada jersey-nya Rudi Hartono, ada raketnya Alan Budi Kusuma, saya ingin meresmikan itu untuk anak-anak Surabaya,” ujar Risma.

Jabatan Risma sebagai Wali Kota Surabaya baru berakhir pada Februari 2021. Namun, Jokowi keburu meminta Risma menjadi Menteri Sosial menggantikan rekannya sesama politikus PDIP yang terjerat kasus korupsi dana bansos Covid-19, Juliari Batubara.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur juga belum menerima surat pengunduran diri Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini yang dilantik Presiden Jokowi menjadi Menteri Sosial pada Rabu (23/12). Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menyatakan, akan menunggu proses dari Kementerian Dalam Negeri.

“Akan menunggu proses dari Kemendagri. Jadi, simpel sih ya SOP-nya peraturan prundang-undangannya juga sudah terang,” kata Khofifah di Surabaya, Rabu (23/12).

Begitu pun terkait pengangkatan Plt Wali Kota Surabaya. Menurut Khofifah, semua prosesnya sudah ada dalam undang-undang. Nantinya, kata dia, Wakil Wali Kota Surabaya Whisnu Sakti Buana yang akan mengemban amanah menjadi Plt menggantikan Risma.

“Kalau Plt SOP-nya juga ada jadi sangat simpel. Kalau misalnya kosong ya langsung wakil wali kota,” ujar Khofifah.

Khofifah kembali mengucapkan selamat kepada Risma yang telah resmi menjabat Menteri Sosial setelah dilantik Presiden Jokowi. Menurut Khofifah, terpilihnya Risma menjadi menteri merupakan kebanggaan tersendiri bagi masyarakat Jawa Timur, khususnya warga Surabaya.

“Selamat kepada Bu Risma yang dilantik oleh Presiden sebagai Menteri Sosial. Mudah-mudahan diberikan anugerah kesehatan, kekuatan, dan kesuksesan. Tentu, warga Jawa Timur apalagi warga Surabaya bangga dan memeberikan doa restu untuk kesuksesan beliau,” kata Khofifah.

Kemendagri Minta DPRD Berhentikan Risma

Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendari) Akmal Malik memastikan bahwa tidak boleh ada rangkap jabatan. Hal ini sebagaimana diatur di dalam UU No.39/2008 tentang Kementerian Negara ditegaskan bahwa menteri dilarang merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Seperti diketahui setelah menjadi Menteri Sosial (Mensos),  Tri Rismaharini masih belum mengundurkan diri dari posisi Wali Kota Surabaya. Terkait hal ini, Akmal mengaku telah mengirimkan radiogram kepada Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indarparawansa.

“Kami sudah kirim radiogram ke Gubernur Jatim. Gubernur Jatim melalui Sekda juga sudah terima,” katanya saat dihubungi, Kamis (24/12/2020).

Radiogram itu menyatakan seorang kepala daerah bisa berhenti karena diberhentikan sebagaimana diatur pasal 78 ayat 1 UU 23/2014. Lalu disampaikan juga dalam radiogram itu bahwa pada Pasal 78 ayat 2 UU 23/2014, kepala daerah bisa diberhentikan karena diberi tugas dalam jabatan tertentu oleh presiden yang dilarang untuk rangkap jabatan.

Selanjutnya pada pasal 88 ayat 2 UU 23/2014 ditegaskan bahwa dalam hal pengisian jabatan wali kota belum dilakukan, wakil wali kota melaksanakan tugas sehari-hari wali kota sampai dengan dilantiknya wali kota atau sampai diangkatnya penjabat wali kota.

Atas dasar aturan-aturan di atas, Akmal menyampaikan ada dua arahan yang diberikan Kemendagri kepada Gubernur Jatim.

“Berkenaan dengan hal tersebut di atas (aturan-aturan) agar Gubernur Jawa Timur memerintahkan kepada Wisnu Sakti Buana, Wakil Wali kota Surabaya untuk melaksanakan tugas dan wewenang selaku pelaksana tugas (Plt) Wali Kota Surabaya,” ungkapnya.

“Menyampaikan kepada DPRD Kota Surabaya untuk mengagendakan rapat paripurna tentang usul pemberhentian wali kota Surabaya dan usul pengangkatan wakil wali kota Surabaya menjadi wali kota Surabaya sesuai ketentuan perundang-undangan,” lanjutanya.

Kritik Indonesian Corruption Watch

Indonesia Corruption Watch (ICW) mengkritik praktik rangkap jabatan ini, bahkan Risma mengaku telah mendapatkan izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tetap melakukan tugas sebagai kepala daerah.

“Rangkap jabatan juga diakui oleh Risma telah mendapat izin Presiden. Lewat pengakuan Risma, kita bisa melihat inkompetensi dan tidak berpegangnya dua pejabat publik pada prinsip etika publik. Yang pertama adalah Risma sendiri, kedua adalah Presiden RI Joko Widodo,” ujar peneliti ICW Wana Alamsyah dalam keterangan tertulis, Rabu malam.

Menurut dia, pejabat publik semestinya memiliki kemampuan memahami peraturan dan berorientasi pada kepentingan publik. Setidaknya terdapat dua Undang-Undang (UU) yang dilanggar dengan rangkap jabatannya Risma.

Pertama, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Pasal 76 huruf h secara tegas memuat larangan bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah melakukan rangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya.

Kedua, UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Pasal 23 huruf a UU menyebutkan, menteri dilarang merangkap jabatan pejabat negara lainnya. Merujuk pada regulasi lain, yakni Pasal 122 UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, menteri dan wali kota disebut sebagai pejabat negara.

“Ini menunjukkan bahwa baik dalam kapasitasnya sebagai wali kota atau menteri, posisi Risma bertentangan dengan dua UU tersebut,” kata Wana.

Ia melanjutkan, tindakan presiden membiarkan pejabat publik rangka jabatan juga jelas bermasalah. Perintah undang-undang tidak bisa dikesampingkan oleh izin Presiden, apalagi hanya sebatas izin secara lisan.

“Pengangkatan Risma sebagai menteri tanpa menanggalkan posisi wali kota bisa dinilai cacat hukum,” tutur dia.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.