Pada pembukaan Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Program Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana (Banggakencana) dan Percepatan Penurunan Stunting Tahun 2023, di Auditorium BKKN Jakarta, Rabu (25/1/2023), Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa target penurunan angka gagal tumbuh atau stunting sebesar 14 persen harus dapat dicapai pada tahun 2024. Lantas bagaimana angka prevelensi stunting nasional sekarang?
Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, jumlah anggaran belanja pemerintah untuk mendukung percepatan penurunan stunting yaitu sebesar Rp 34,15 triliun pada 2022 dan Rp 30,4 triliun pada 2023.
Banyak program jangka pendek yang dilakukan antara lain Pemberian makanan tambahan, Pembagian tablet tambah darah, Promosi dan konseling menyusui, Pemantauan dan promosi pertumbuhan, Pemeriksaan kehamilan dan imunisasi, namun hal ini belum memberikan dampak signifikan.
Di tahun 2014, awal mula pemerintah fokus pada kondisi kesehatan anak berpotensi stunting, angka prevelensi stunting masih dianggap tinggi. Di tahun tersebut, prevelensi stunting Indonesia berada pada angka 37%. Setelah 10 dekade Presiden Joko Widodo berharap prevelensi stunting Indonesia berada pada angka 14%. Namun, angka ini masih belum mampu diwujudkan.
Secara nasional prevelensi stunting tahun 2021 berada di angka 24,4%. Selanjutnya tahun 2022 mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga 21,6%. Namun di tahun 2023, meski terus mengalami penurunan stunting, pemerintah pusat hanya bisa menurunkan 0,1% dan harus menerima angka prevelensi stunting 21,5%.
Beda halnya dengan Kepulauan Bangka Belitung. Berdasarkan data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berada pada angka 18,5 persen pada 2022. Namun terjadi peningkatan di tahun selanjutnya. Survei kesehatan Indonesia Kementerian Indonesia 2023 menyatakan Prevelensi Status Gizi Balita yang mengalami Kondisi Stunting di Kepulauan Bangka Belitung ada 20,6%.