FKB.COM, BANGKA – Kasus dugaan Mega Korupsi Tata Kelola Timah Babel yang merugikan Negara hingga mencapai Rp271 triliun masih menjadi trending topik di sejumlah pemberitaan di berbagai media termasuk media online nasional maupun lokal.
Pasalnya, dengan kerugian negara sebesar itu, pengungkapan kasus mega korupsi timah Babel oleh Kejaksaan Agung ini tercatat sebagai penanganan Kasus Mega Korupsi terbesar sepanjang sejarah berdirinya Negara Republik Indonesia.
Pihak Kejagung sendiri telah menetapkan 21 orang tersangka dalam kasus mega korupsi timah Babel, dan menyita 5 Smelter Timah yang diduga kuat terlibat dalam perbuatan Tindak Pidana Korupsi yang merugikan Negara hingga Rp271 Triliun.
Kerugian negara yang fantasti itu hanya kerugian dari sisi kerusakan lingkungan atau kerugian perekonomian negara, namun belum termasuk kerugian keuangan negara.
Hal itu diungkap oleh Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo pernah menyatakan, besaran nominal kasus korupsi timah ilegal itu hanya kerugian dari sisi kerusakan lingkungan atau kerugian perekonomian negara, belum termasuk kerugian keuangan negara.
”Total kerugian kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 271.069.688.018.700,” kata Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo dalam konfrensi persnya di Kejagung beberapa waktu lalu.
Angka itu diperoleh dari penghitungan kerugian lingkungan akibat penambangan timah ilegal selama 2015-2022. Disampaikan Bambang, dirinya melakukan pemantauan di lapangan dan analisis berbasis satelit untuk menghitung besaran kerugian akibat korupsi timah ilegal sejak 2015-2022.
Hasilnya, terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa aktivitas tersebut menimbulkan kerusakan lingkungan yang parah.
“Kami merekonstruksi dengan menggunakan satelit pada tahun 2015 yang merah-merah ini adalah wilayah IUP (izin usaha pertambangan) dan non-IUP. Kami tracking 2016, 2017, 2018, 2019, 2020 sampai 2022, dilihat warna merah makin besar, ini adalah contoh saja,” tutur Bambang.
Dari pemetaan yang dilakukan, terdapat tambang yang dibuka di wilayah IUP PT Timah Tbk., tetapi ada pula yang dibuka di luar kawasan IUP tersebut, termasuk di kawasan hutan.
“Kerugian tersebut terbagi menjadi kerugian lingkungan ekologis, kerugian ekonomi lingkungan, dan biaya pemulihan lingkungan,” tandasnya.
Maka jika merunut pada pernyataan tersebut, menunjukkan bahwa kerusakan lingkungan dan kerugian negara sebesar Rp271 triliun itu sebagian besar akibat dari penambangan timah ilegal baik yang berkedok SPK di wilayah IUP PT Timah maupun tambang timah liar/ ilegal di luar IUP PT Timah.
” Oleh karenanya, pihak Kejagung diminta tidak hanya menyita 5 Smelter yang bermitra dengan PT Timah. Namun sejumlah Smelter yang selama ini menampung dan memproduksi timah dari hasil tambang timah ilegal itu sudah pantas dan layak diseret juga untuk dimintai pertanggungjawabannya, ” ungkap Bambang Susilo seorang pengamat pertimahan di Babel dalam perbincangannya dengan media ini di Sungailiat, Senin (6/5/24).
Dikatakan Bangsus sapaannya, dari hasil pengumpulan informasi, ada beberapa Smelter seperti halnya Smelter DS Jaya Abadi di Pangkalpinang dan Smelter ATD Makmur Mandiri di Sungailiat selama ini hasil produksinya diduga bersumber dari hasil penambangan timah ilegal di wilayah IUP PT Timah.
“Kan jelas dalam jejak digitalnya, bagaimana Direktur PT DS Jaya Abadi, Ahmad Febrian di tahun 2019 menjadi Terpidana Kasus Timah Ilegal sebanyak 5 ton dari tambang ilegal yang dipasok ke Smelter PT DS Jaya Abadi,” sindir Bangsus.
Demikian juga, lanjutnya, termasuk Smelter ADT di Jelitik Sungailiat, dari mana asal timahnya yang hingga seribu ton lebih dalam satu kesempatan bisa diproduksi.
“Nah ini timahnya kan diduga kuat dipasok dari tambang-tambang timah ilegal yang beroperasi di wilayah IUP PT Timah. Itu kan ada jejak digitalnya di media, disebutkan bahwa gudang AC di Belinyu yang menampung timah hasil tambang ilegal disebut milik Smelter ATD,” bebernya.
Bahkan kata Bangsus informasi yang sampai ke dia jika lahan milik pemkab Bangka yang berada di belakang Smelter ATD Makmur Mandir di Jelitik Sungailiat sempat di garap untuk penambangan timah ilegal sekitar tahun 2018 – 2020, yang bisa dilacak melalui gambar satelit di google maps.
“Itu mengindikasikan, bahwa Smelter itu juga diduga kuat turut serta dalam tindak pidana korupsi tata kelola timah Babel yang merugikan negara hingga Rp271 triliun,” sebutnya.
Berdasarkan data IUP Minerba di Kementerian ESDM tercatat per Mei 2019, PT ATD Makmur Mandiri IUP nya diterbitkan oleh Gubernur Babel dengan nomor SK 188.44/1030/DPE/2015 dan berakhir pada tanggal 22 /10/2020 dengan luas 104.40 hektar di wilayah Kabupaten Bangka jenis komoditas Timah.
Sementara PT DS Jaya Abadi, IUP nya diterbitkan oleh Bupati Bangka dengan SK 188.45/333/Tamben/2014 dan berakhir pada tanggal 07/05/2019 dengan luas 15.00 hektar di wilayah Kabupaten Bangka jenis komoditas Timah.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak Kejagung dan pihak PT DS Jaya Abadi maupun PT ATD Makmur Mandiri masih diupakan konfirmasinya.
Penulis / editor : Romli