PANGKALPINANG – Kendati pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) baru saja usai namun penyelenggaraan Pilkada serentak oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) khususnya di Bangka Belitung masih menyisahkan permasalahan.
Diketahui bantuan dana hibah yang dikucurkan Pemerintah kepada KPU selaku penyelenggara Pilkada serentak tak tanggung-tanggung hingga mencapai ratusan miliar demi mensukseskan Pilkada Serentak di Babel namun kenyataannya pihak KPU justru dinilai tidak berhasil memobilisasi para pemilik suara untuk datang dan memberikan hak suara mereka dengan benar di TPS.
Seperti disampaikan pengamat kebijakan publik Babel, Jumli Jamaluddin. Menurut Jumli, anggaran yang cukup besar yang disediakan oleh negara dalam penyelenggaraan pilkada semestinya pihak penyelenggara lebih gencar mensosialisasikan kepada masyarakat untuk menggunakan hak pilihnya, semestinya dengan sosialisasi yang bisa membuat daya tarik tersendiri bagi masyarakat untuk mau datang ke TPS.
“Tidak hanya itu, pihak penyelenggara juga saya nilai sangat kurang sosialisasinya dalam tehnik pencoblosan sehingga angka surat suara tidak sah cukup tinggi. Bayangkan saja, angka surat suara tidak sah mencapai 60 ribu lebih suara untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, ” ungkap Jumli, Jumat (7/12/24).
Lebih jauh dikatakan mantan Pimpinan Ombusdman Perwakilan Babel ini, bahwa tidak adanya inovasi dalam mensosialisasikannya dari pihak penyelenggara, yang bisa saja membuat masyarakat bosan dan jenuh untuk memilih menentukan hak pilihnya.
“Oh ya selain itu, dengan anggaran yg besar tersebut bukan hal mustahil untuk memberikan kontribusi bagi masyarakat dalam mensosialisasikan agar masyarakat datang ke TPS dan melakukan pencoblosan dengan benar sehingga bisa meminimalisasi angka surat suara yang tidak sah,” kata Jumli.
Oleh karenanya, kinerja KPU Babel dan Kabupaten/Kota sudah semestinya dievaluasi. “Selain angka golput tinggi, penyelenggaraan Pilkada serentak kali ini diwarnai angka surat suara yang rusak atau tidak sah yang tertinggi sepanjang sejarah Pilkada di Babel. Ini harus jadi perhatian serius bagi Pemerintah untuk mengevaluasi penyelenggaraan Pilkada tahun ini,” tandasnya.
Tidak hanya itu, lanjut Jumli, anggaran yang dikucurkan Pemerintah untuk pelaksanaan Pilkada serentak ini cukup besar, sehingga menurutnya sudah semestinya untuk dilakukan audit agar penggunaan anggaran tersebut dapat diketahui sejauh mana penggunaannya.
“Hal ini perlu dilakukan sehingga angggaran yang tidak sedikit dikucurkan Pemerintah dapat diketahui publik dalam penggunaannya,” harapnya.
Usulan audit terhadap pengggunaan anggaran yang dikucurkan Pemerintah kepada KPU sebelumnya juga sudah dilontarkan oleh Bambang Haryadi dari Fraksi Partai Gerindra DPR RI. Bambang mengusulkan audit menyeluruh KPU, Bawaslu, dan DKPP terkait penyelenggaraan dan penggunaan anggaran Pilkada Serentak 2024.
Sekretaris Fraksi Gerindra DPR ini mengatakan ada sekitar Rp37,4 triliun hibah untuk pilkada. Namun, dia menilai penggunanya sembarangan.