Penulis : Suwanto Kahir, S.H., M.H (Ketua PEKA Bangka Belitung)
Penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa pemanggilan dan pemeriksaan oleh Aparat Penegak Hukum (APH) bukanlah sebuah indikasi dari kesalahan seseorang. Dalam perspektif hukum pidana, pemanggilan ini memiliki peran penting dalam proses pembuktian suatu peristiwa hukum yang terjadi. Sebagai contoh, kita sering mendengar berita mengenai seseorang yang dipanggil oleh polisi atau kejaksaan. Bagi banyak orang, hal ini sering kali dipandang negatif, padahal pemanggilan tersebut memiliki tujuan yang jelas dalam kerangka hukum untuk menggali fakta-fakta yang diperlukan.
Menurut Suwanto Kahir, S.H., M.H., Ketua PEKA Babel, masyarakat harus mampu membedakan antara pemanggilan sebagai saksi dan penangkapan sebagai tersangka. Dalam hukum pidana, siapa pun yang dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi tidak dapat serta-merta dianggap sebagai pelaku kejahatan. Pemanggilan ini adalah bagian dari prosedur hukum untuk mencari kebenaran dan membuat terang suatu perkara. Hal ini juga merupakan bagian dari due process of law yang harus dijunjung tinggi dalam sistem peradilan pidana.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), yang merupakan dasar hukum mengenai tata cara penanganan tindak pidana, terdapat berbagai tahapan yang harus dilalui, yakni penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan. Setiap tahapan ini memiliki fungsi yang berbeda, dan pemeriksaan serta pemberian keterangan merupakan bagian integral dari proses tersebut. Suwanto Kahir menegaskan bahwa pemanggilan saksi, baik dalam penyelidikan, penyidikan, maupun penuntutan, adalah kewajiban hukum untuk mengungkap fakta hukum yang sebenar-benarnya.
Pasal 1 angka 5 KUHAP menyebutkan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Proses ini bertujuan untuk memastikan apakah tindak pidana tersebut layak untuk disidik lebih lanjut. Sementara itu, penyidikan menurut Pasal 1 angka 2 adalah serangkaian tindakan untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna membuat terang peristiwa pidana dan menemukan tersangkanya.
Di tingkat penuntutan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1 angka 7 KUHAP, tugas penuntut umum adalah melimpahkan perkara ke pengadilan dengan permintaan untuk diperiksa dan diputus oleh hakim. Dari ketiga tingkatan pemeriksaan tersebut, jelas bahwa pemanggilan seseorang untuk memberikan keterangan memiliki tujuan yang sangat strategis dalam proses pembuktian.
Bukti dalam hukum pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, terdiri dari beberapa kategori. Di antaranya adalah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Dalam hal ini, keterangan saksi menjadi salah satu bukti yang paling penting dalam pembuktian suatu tindak pidana. Menurut Suwanto, seorang saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan berdasarkan apa yang dia lihat, dengar, dan alami sendiri. Keterangan ini dapat sangat berharga dalam mengungkap fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Namun demikian, pemanggilan seseorang untuk memberikan keterangan sebagai saksi bukan berarti orang tersebut terlibat dalam tindak pidana. Hal ini menjadi penting untuk dipahami, sebab sering kali masyarakat langsung menghubungkan pemanggilan saksi dengan status tersangka. Padahal, dalam hukum acara pidana, seseorang yang dipanggil untuk memberikan keterangan bisa saja hanya memiliki informasi yang relevan dengan peristiwa pidana tersebut tanpa harus terlibat langsung.