Penulis: Heti Rukmana
Pemilu tahun 2024 diIndonesia sepertinya menjadi pemilu yang paling kontroversi. Mulai dari pemilihan presiden, anggota DPR dan sekarang menuju pemilihan kepala daerah. Baru saja tahapan pemilu ini akan dimulai, rakyat Indonesia dibuat marah dengan keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal ini mengatur batas usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), yang semula 40 tahun, berubah menjadi 30 tahun. Keputusan ini dianggap masyarakat Indonesia sebagai karpet merah yang sengaja dibentangkan untuk anak sulung Presiden Indonesia. Hal ini dianggap gambaran nyata Nepotisme yang dilakukan diIndonesia. Bagaimana Tidak, sebelum Tahapan pemilu ini dilakukan anak bungsu presiden secara tiba-tiba menjadi Ketua Umum salah satu partai diIndonesia setelah beberapa saat bergabung. Salah satu Menantu Presiden juga menjabat sebagai wali kota. Dan seperti dugaan rakyat Indonesia, Putra sulung presiden akhirnya maju menjadi calon wapres dipemilu tahun 2024.
Tidak hanya dipemilu pemilihan presiden. Dipemilihan anggota legislatif yakni DPR juga menuai kontroversi dan amarah masyarakat. Mantan narapidana kasus korupsi, yang telah menjalani hukuman, kini diperbolehkan mendaftar sebagai calon anggota legislatif DPR, DPD, maupun DPRD pada Pemilu 2024. Hal ini merupakan dampak dari revisi Undang-Undang Pemilihan Umum tahun 2017.
Kini menuju pemilihan kepala daerah yang tidak kalah ributnya dengan pemilihan presiden dan anggota DPR. Keributan dimulai dari hadirnya siasat yang kembali ingin mengubah batas umur yang dianggap lagi-lagi dengan sengaja ingin membentangkan karpet merah untuk istana, kali ini untuk anak bungsu presiden. Tapi sepertinya amarah masyarakat sudah tidak bisa ditolerir. Mahasiswa bersama berbagai element bergerak cepat melakukan perlawanan baik melalui media sosial maupun turun aksi dilapangan hingga pada akhirnya kali ini masyarakat berhasil menghentikan nafsu kekuasaan diIndonesia.
Tidak sampai disitu, pada pemilihan kepala daerah kali ini muncul fenomena Kotak kosong. Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan ada 43 daerah dengan pasangan calon tunggal kepala daerah hingga Sabtu (31/08). diBangka Belitung sendiri, ada 3 daerah yang akan melawan kotak kosong yakni Kabupaten Bangka, Kota Pangkalpinang dan Kabupaten Bangka Tengah. Penggemukan partai untuk satu pasangan adalah gambaran kemunduran demokarasi yang patut dikhawatirkan. Hal ini juga menggambarkan para elit politik yang ingin menjadi pemimpin namun memiliki jiwa pengecut yang tidak ingin memiliki lawan. Partai politik dan para pelaku politik melakukan kerjasama yang “gemuk” dimana akhirnya tidak ada perlawanan dalam pertarungan menjadi pemimpin.