Oleh: Pradikta Andi Alvat
Dalam realitasnya, praktik korupsi di Indonesia seiring bertambahnya waktu justru semakin terlihat mengkhawatirkan. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW), tren korupsi di Indonesia selalu meningkat dalam 5 tahun terakhir. Berikut datanya.
Tahun Jumlah Kasus Jumlah Tersangka
2019 271 kasus 580 tersangka
2020 444 kasus 875 tersangka
2021 533 kasus 1.173 tersangka
2022 579 kasus 1.1396 tersangka
2023 790 kasus 1.695 tersangka
Data: (ICW 2019-2023)
Selanjutnya, berdasarkan data ICW, berikut jumlah kerugian negara dari tahun 2013 hingga tahun 2023 yang disebabkan oleh korupsi yang didasarkan pada data putusan perkara tindak pidana korupsi di Mahkamah Agung dan badan peradilan dibawahnya.
Tahun Jumlah Kerugian Negara
2013 Rp 3,46 triliun
2014 Rp 10,69 triliun
2015 Rp 1,74 triliun
2016 Rp 3,08 triliun
2017 Rp 29,42 triliun
2018 Rp 9,29 triliun
2019 Rp 12 triliun
2020 Rp 56,74 triliun
2021 Rp 62,93 triliun
2022 Rp 49,79 triliun
2023 Rp 28,4 triliun
Total Kerugian Negara Rp 267,54 triliun
Data: ICW (2013-2023).
Untuk tahun 2023, 4 sektor korupsi yang menyebabkan kerugian negara terbesar terdiri atas sektor telekomunikasi dan informasi sebesar Rp 8,89 triliun, sektor perdagangan sebesar Rp 6,7 triliun, sektor sumber daya alam sebesar Rp 6,7 triliun, dan sektor utilitas sebesar Rp 3,26 triliun.
Terbaru, pada tahun 2024 ini, terdapat kasus aktual yang sangat mencengangkan publik yakni kasus korupsi tata niaga timah yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 300 triliun (2015-2022). Meningkatnya prevelensi korupsi menyebabkan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia menunjukkan tren stagnansi. Pada tahun 2023, skor IPK Indonesia hanya sebesar 34 dan berada pada peringkat 115 dari 180 negara. Berikut nilai IPK Indonesia dalam 5 tahun terakhir.
Tahun Nilai IPK Peringkat IPK Dunia
2019 40 85
2020 37 102
2021 38 96
2022 34 110
2023 34 115
Data: Transparency International Indonesia (2019-2023)
Dalam konteks nilai IPK, peringkat Indonesia sendiri masih berada di bawah negara-negara Asia Tenggara macam Singapura (skor 83), Timor Leste (skor 43), Malaysia (skor 50), Vietnam (skor 41), dan Thailand (skor 35). Tren stagnansi nilai IPK bagi Indonesia tentunya menjadi sebuah alarm dan cambuk introspeksi agar bangsa ini kembali on the track sebagaimana amanat konstitusi dan cita reformasi yang menghendaki zero tolerance terhadap korupsi. Oleh sebab itu, keberlanjutan pemberantasan korupsi merupakan urgensi yang harus diejawantahkan dalam kebijakan dan tata kelola yang pro terhadap antikorupsi.
Akar Korupsi: Lemahnya Tata Kelola Partai Politik
Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting reformasi. Oleh sebab itu, pasca reformasi, dilaksanakan pembangunan infrastruktur substansi-kelembagaan hukum untuk memperkuat pemberantasan korupsi dengan dibentuknya Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih Dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pembentukan pengadilan khusus tipikor, kriminalisasi gratifikasi, pembentukan Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Satranas PK), hingga pengaturan tentang Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).