Sembari duduk lesehan di lantai aula kantor Desa, “S” menuturkan kalau ia adalah petani biasa. Maka ketika ditawarkan bibit sawit gratis ia pun menyambut baik. Apalagi kalau syaratnya hanya menyerahkan KTP dan KK.
“Rupanya, bukan saja kami ini ditipu, tapi juga dikorbankan. Kok teganya orang berbuat macam itu pada kami. Kami ini rakyat kecil, untuk makan saja sudah. Kalau begini, samalah artinya program sawit gratis itu ngerapek,” ujar “S”.
Sementara warga lainnya SN, lain lagi. Menurut SN mulanya dia bertemu Yandi di rumahnya dan bertanya soal program yang sedang dikembangkan Desa Gudang yang menjadi pembicaraan warga.
Kalau mau ikut, kata SN, bagaimana caranya. Lantas Yandi pun membeberkan sejumlah program termasuk sawit gratis dan kalau mau minjam uang ke bank bisa dibantu diurus.
SN pun tertarik lantas menyerahkan sejumlah persyaratan seperti KTP,KK dan sertifikat rumah. Dia pun lantas diajak ke Pangkalpinang. Namun, di Pangkalpinang, kata SN, tak jelas mau ngapain.
“Kami tidak ke bank, tapi ketemu temannya sebentar, lalu pulang ke Gudang. Tak jelas, tapi saya ikut aja. Beberapa minggu setelah itu, datang utusan Yandi ke rumah mengantarkan uang Rp20 juta, saya terima sebagai pinjaman ke HKL,” kata SN.
Karena pinjaman, SN pun tak keberatan mencicil setiap bulan utangnya ke HKL sebesar Rp420 ribu. Dan dia sudah mencicil yang ke 43 kali. Artinya tak lama lagi lunas.
“Tau-tau saya dipanggil hari ini diperiksa Pak Jaksa. Saya baru tahu tadi disampaikan kalau punya utang ke Bank SumselBabel Rp100 juta. Kapan saya minjam kok saya tiba-tiba punya utang sebesar itu? Saya tidak pernah sekali pun berhubungan dengan Bank SumselBabel. Malah sertifikat rumah saya hingga kini di HKL,” ujar SN.
SN menegaskan, kalau soal utang, dia komitmen membayarnya dengan mencicil hingga lunas. Namun, terkait utang dadakan yang tidak pernah dia pinjam, SN merasa keberatan.
“Ini sudah tidak benar. Kalau utang saya tidak usah khawatir. Ini kan bukan utang saya, tapi nama saya dicatut dan saya dikorbankan untuk kepentingan orang lain,” ujarnya sembari menunjukkan bukti cicilan utang ke HKL.
Sejumlah warga lainnya bernasib sama. Ada yang hanya dikasih duit Rp700 ribu, kini tercatat sebagai debitur dengan angka kredit Rp10 juta hingga Rp15 juta. Ada pula Cuma dapat duit Rp5 juta atau Rp10 juta, kini tercatat punya kredit sebesar Rp50 juta hingga Rp100 juta.
Penyidik Kejati Babel terus bekerja secara marathon menyasar sejumlah pihak terkait untuk diperiksa. Dari informasi yang dihimpun Kejati segera akan menaikkan status kasus ini dari penyelidikan menjadi penyidikan.
Kasus ini selain merugikan masyarakat dan banyak memakan korban warga yang tidak berdosa, juga berpotensi merugikan keuangan daerah lantaran PT Jamkrida babel adalah sebagai penjamin KUR.
Hingga berita ini dipublis, Direktur HKL Yandi belum berhasil dihubungi. Begitu pula petinggi perusahaan lainnya “Z”. Upaya konfirmasi dan verifikasi masih dilakukan ke pihak terkait.
Penulis / editor: Romli