FKB.COM, PANGKALPINANG – Mantan Gubernur Provinsi Kep. Bangka Belitung periode 2017-2022, Erzaldi Rosman Djohan memenuhi pemanggilan Penyidik Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung terkait perizinan lahan hutan produksi seluas 1.500 hektare di Desa Kotawaringin, Kabupaten Bangka.
Diketahui, pada saat menjabat Gubernur Provinsi Kep. Bangka Belitung, Erzaldi Rosman telah mengeluarkan izin pemanfaatan hutan pada hutan produksi Kotawaringin dalam Naskah Perjanjian Kerjasama antara Gubernur Provinsi Kep. Bangka Belitung dengan PT. Narina Keisha Imani (NKI), yang ditandatangani pada 10 April 2019 lalu.
Dalam naskah perjanjian tersebut, lahan seluas 1.500 hektare itu dimanfaatkan oleh PT. NKI untuk penanaman pohon pisang. Namun berdasarkan isu yang santer berkembang saat ini, lahan tersebut telah disalahgunakan atau dialihfungsikan menjadi perkebunan kelapa sawit.
“Penyidik (Kejati-red) meminta penjelasan status kawasannya seperti apa, karena izin ini dikeluarkan diatas lahan yang masih berstatus hutan produksi. Nah diduga ada yang disalahgunakan,” kata Erzaldi usai memberikan penjelasan atau klarifikasi kepada Penyidik Kejati Babel, Kamis (28/03/2024).
Lebih jauh pria yang akrab disapa Bang Er ini mengaku tidak mengetahui jika lahan tersebut diduga telah dialihfungsikan dari perkebunan pisang menjadi perkebunan sawit.
“Ku dak tahu, silahkan tanya ke orangnya (pihak PT. NKI-red), tapi intinya mereka mau menanam pisang, kelak silahkan tanya ke Penyidik,” ujarnya.
Terpisah, Mantan Kepala Desa Labu Air Pandan, Badar membenarkan lahan tersebut telah dialihfungsikan menjadi perkebunan sawit. Bahkan, dia menyebutkan, lahan tersebut telah diperjualbelikan ke beberapa perusahaan.
“Rencananya memang mau ditanam pohon pisang, namun sekarang kebun sawit lah dijual beli, kalo sekarang ada empat perusahaan yang masuk. Yaitu Yaitu PT APS, PT NKI, PT BAM dan PT SAML serta PT PAL yang di perbatasan di wilayah Kotawaringin dan Desa Labuh,” beber Badar.
Diketahui sebelumnya, keberadaan perusahaan PT NKI, mendapat penolakan dari Kepala Desa dan Badan Permusyawaratan Desa Labuh Air Pandan bersama masyarakat. Alasannya karena keberadaan perusahaan yang dimaksud sama sekali tidak memberikan kontribusi dan manfaat bagi masyarakat setempat.
Bahkan bertolak belakang dengan kearifan lokal Desa Labuh Air Pandan. Penolakan itu juga berdasarkan hasil musyawarah desa yang dilakukan pada 25 Juni 2020.
Kejanggalan muncul ketika izin pemanfaatan hutan oleh PT NKI yang tanpa melibatkan aparatur desa maupun masyarakat tersebut, ternyata memiliki MoU atau Naskah Perjanjian Kerjasama resmi antara Gubernur Kepulauan Bangka Belitung pada saat itu (Erzaldi Rosman) selaku Pihak Pertama dan Direktur PT Narina Keysa Imani (Reza Aditama) selaku Pihak Kedua.
Sebuah perjanjian resmi yang melupakan salah satu unsur dalam kerja sama dalam pemanfaatan hutanyang tidak melibatkan aparatur desa maupun masyarakat setempat, diduga telah menjadi indikasi bahwa kesepatakan tersebut dilakukan di bawah tangan atau secara sembunyi-sembunyi, sebab hanya melibatkan pihak tertentu saja.
Berdasarkan naskah kerja sama dengan nomor 522/II-a/Dishut tersebut menyebutkan tentang Kerja sama Pemanfaatan Hutan pada Hutan Produksi Kotawaringin Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari 30 April 2019 s/d 30 April 2039) seluas ± 1.500 Ha.
Aldy Kurniawan, koordinator GMPHR Babel saat itu menyebut bahwa tidak ada kejelasan status tanah yang dikuasai oleh Perusahaan PT NKI.
“Karena kerjaan sudah tidak jelas, kemudian dijual lagi tanahnya. Nah itu kami sarankan yang mana hari ini mewakili mahasiswa sebagian kontrol membantu masyarakat untuk jalannya pemerintahan, Negara, selayaknya proses soal PT NKI dicabut saja,” kata Aldi saat beraudiensi ke DPRD Babel kala itu.
Hingga berita ini ditayangkan, pihak-pihak terkait masih dalam upaya konfirmasi. (red)