Jaksa Agung Sesalkan Vonis Rendah bagi Pelaku Korupsi Timah Rp300 Triliun, Lukai Hati Masyarakat

by -
Jaksa Agung, ST. Burhanuddin. (Ist).

JAKARTA – Program pemberantasan korupsi yang dicanangkan Pemerintah tampaknya belum dapat dilaksanakan oleh institusi peradilan secara optimal. Hal ini terlihat dari sejumlah kasus tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara hingga ratusan triliun rupiah, namun vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim justru jauh dari harapan masyarakat.

Salah satunya kasus korupsi timah yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun lebih. Kendati dinyatakan bersalah namun para pelakunya divonis rendah. Vonis rendah ini tentunya melukai hati masyarakat.

Jaksa Agung Sanitiar (ST) Burhanuddin dalam dalam sambutannya saat peluncuran buku Tinjauan KUHP 2023 di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyesalkan banyak kasus yang saat ini melukai hati masyarakat. Hal itu ditenggarai rendahnya vonis yang diberikan kepada terdakwa kasus korupsi raksasa seperti dalam kasus timah.

Menurut Burhanuddin, imbas putusan itu pun jaksa yang bertugas kena batunya. Banyak yang menganggap putusan vonis rendah karena jaksanya.

“Jujur, beberapa kasus-kasus perkara yang sedikit melukai hati masyarakat, tapi yang disayangkan adalah, ‘Oh jaksanya, jaksanya’,” kata ST Burhanuddin, seperti dikutip detik.com, Rabu (5/2/25).

Oleh karenanya, Burhanuddin meminta hakim dapat bersimpati pada hal tersebut. Terlebih putusan vonis ada di tangan hakim, sementara jaksa menuntut sesuai undang-undang yang berlaku.

“Ya mudah-mudahan hati nurani dipakai juga oleh hakim,” kata Jaksa Agung.

“Artinya tolong teman-teman kalau di daerah sosialisasikan bahwa yang nuntut adalah jaksa, yang memutus adalah hakim. Kalau sekarang apa, kasus timah, ada beberapa masyarakat, ‘Wah jaksa, jaksa’,” imbuhnya.

Untuk itu, ST Burhanuddin meminta koleganya agar terus memberikan sosialisasi kepada masyarakat mengenai apa saja kewenangan jaksa dalam sebuah perkara. Dia ingin persepsi masyarakat bisa melihat secara objektif mengenai tugas yang diemban masing-masing lembaga.

“Tolong ini teman-teman dari intel, kita sosialisasi tentang kewenangan. Walaupun ini sangat mendasar, tapi kan masyarakat yang tidak tahu,” ungkapnya.

Sementara itu, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung RI Asep Nana Mulyana menambahkan, sejatinya yang memutus perkara timah adalah pengadilan. Dia menyebut pihaknya sudah melakukan tugas-tugasnya sesuai ranahnya.

“Ini kan tadi yang sebutkan kasus timah kan sebenarnya bukan ranah kami. Itu ranah daripada pengadilan yang sudah memutus seperti itu. Kami di kejaksaan tentu telah melakukan tugas-tugas kami dalam konteks penyidikannya kemudian pelaksanaan tuntutan, dan juga tuntutan diserahkan pada undang-undang yang berlaku sesuai dengan juga harapan masyarakat, dengan nilai kebijakan seperti itu,” ucap Asep.

“Kita juga menuntut maksimal pada mereka, terhadap para pelaku kejahatan,” tutupnya.

Diketahui sebelumnya, salah satu terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis (suami dari artis Sandra Dewi) hanya divonis hukuman penjara oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat. Harvey dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah secara bersama-sama hingga menyebabkan kerugian negara Rp 300 triliun.

“Mengadili, menyatakan Terdakwa Harvey Moeis telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan melakukan tindak pidana pencucian uang,” kata hakim ketua Eko Aryanto saat membacakan amar putusan, Senin (23/12/24).

“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 6 tahun dan 6 bulan,” sambung hakim.

Tidak hanya itu, hakim juga menghukum Harvey membayar denda Rp 1 miliar. Jika tak dibayar, diganti dengan kurungan 6 bulan.

Dalam putusan hakim tersebut, Harvey juga dihukum membayar uang pengganti senilai Rp 210 miliar. Apabila tidak dibayar, harta bendanya akan dirampas dan dilelang untuk mengganti kerugian atau apabila jumlah tidak mencukupi maka diganti hukuman 2 tahun penjara.

“Menjatuhkan pidana tambahan uang pengganti Rp 210 miliar,” tandas hakim ketua Eko Aryanto.

Selain Harvey Moeis, dua terdakwa lainnya juga dijatuhi hukuman dalam kasus ini. Suparta selaku Direktur Utama PT RBT, divonis 8 tahun penjara dan diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara Rp 4,57 triliun, jika tidak mampu membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, harta Suparta akan disita dan dilelang. Jika masih tidak mencukupi, ia akan menjalani tambahan pidana penjara selama 6 tahun.
(Red & berbagai sumber)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *