Sejak 2022 Tenaga Honorer Membengkak Hingga 4.000 lebih, Pemkab Bangka Harus Siapkan Rp200 M dalam Setahun untuk Belanja Pegawai

by -
Kolase foto: ilustrasi tenaga honorer (kiri), Tito Karnavian (tengah) dan PJ Bupati M. Haris (kanan). Ist.

PANGKALPINANG — Defisit Keuangan Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Bangka di tahun anggaran 2024 ini kembali berlanjut. Kondisi ini akhirnya memaksa Pemkab Bangka melakukan pemotongan TPP ASN dan Gaji Honorer di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bangka. Tak tanggung-tanggung, pemotongan TPP dan gaji tersebut mencapai 50 persen.

Lantas, apa sebenarnya penyebab sehingga kondisi keuangan Pemkab Bangka terasa berat hingga harus melakukan pemotongan TPP ASN dan Gaji Honorer?

Dari informasi dan data yang dihimpun, mendapati jika tenaga hororer di lingkungan Pemkab Bangka mulai membengkak hingga lebih dari 4.000 orang pada masa kepemimpinan Bupati Mulkan di tahun 2022, yang secara otomatis membebani keuangan Pemda dan akhirnya memicu kondisi keuangan Pemerintah Kabupaten Bangka mengalami defisit berkisar Rp160 miliar di tahun 2023 dan sekitar Rp104 miliar di 2024 ini.

Sementara itu,  Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dalam berbagai kesempatan selalu menyinggung soal anggaran pemerintah daerah (pemda) yang kerap habis untuk membayar gaji dan bonus pegawai. Menurutnya, daerah dengan kekuatan fiskal yang lemah paling boros menggunakan dananya untuk pegawai dalam tiga hal, mulai dari gaji, bonus, hingga operasional.

“Daerah yang fiskalnya tidak kuat ini, itu uangnya sudah dapat dari pusat, transfer (TKD), uangnya habis sebagian besar untuk belanja pegawai, untuk gaji pegawai ditambah bonus, dan operasional pegawai,” ujar Tito dalam Seminar Internasional Desentralisasi Fiskal 2024, Selasa (24/9).

Selain itu, ia juga menekankan agar pemda mengurangi belanja operasional yang tak penting seperti perjalanan dinas, rapat di hotel hingga rekrutmen pegawai, terutama honorer.

“Kemudian rapat-rapat dikurangi. Rekrutmen pegawai termasuk honorer juga dikurangi. Ganti digitalisasi, dorong masyarakatnya jangan jadi pegawai negeri saja, tapi menjadi wirausahawan, UMKM,” kata Tito.

Di samping itu, ia mengaku kelam-kabut menangani pegawai honorer. Pasalnya, rekrutmennya dilakukan bukan karena keahlian atau kebutuhan, namun berdasarkan rekomendasi pejabat yang terpilih.

“Kenapa kadang-kadang yang repot itu, terutama honorer. Honorer ini banyak, ada 3 ya, ada yang skill itu pendidikan, kesehatan, terutama ya, dokter, bidan, final. Tapi yang tenaga umum itu tim sukses. Mereka begitu menang yang didukung, dijadikan tenaga honorer. Jam 8 datang, jam 10 sudah pulang,” imbuhnya.

Namun, ketika pejabat yang membawa timses berakhir masa kerjanya, pegawainya tidak dibawa. Setelah itu, pejabat baru akan membawa gerombolannya juga, sehingga terjadi penumpukan.

“Nanti kalau ganti kepala daerah, terpilih lagi, yang tim sukses yang lama honorer masih tetap ada, diberhentikan mereka marah, demo, yang tim sukses pejabat yang baru, kepala daerah baru, nambah lagi,” terang Tito.

Oleh sebab itu, ia berencana untuk mengatur porsi honorer di setiap pemda. Hal ini katanya akan dibahas bersama dengan kementerian terkait.