JAKARTA – Sidang kasus Korupsi komoditas Timah kembali bergulir di Pengadilan Tipikor PN Jakarta Pusat.
Sidang kali ini giliran terdakwa Mochtar Riza Pahlevi Tabrani Dirut PT Timah periode 2017-2020 bersama terdakwa Emil Ermindra eks Direktur Keuangan PT Timah, Selasa (27/8/24).
Kedua mantan Petinggi PT Timah ini didudukkan di kursi pesakitan lantaran didakwa telah melakukan perbuatan tindak pidana korupsi dalam tata kelola timah di IUP PT Timah antara tahun 2015-2022 dengan kerugian negara hingga Rp300 triliun lebih.
Dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum mengungkapkan bahwa perbuatan terdakwa Mochhtar Riza Pahlevi bersama sama terdakwa lainnya, yakni terdakwa Suparta, Reza Andriyansyah, Tamron alias Aon, Achmad Albani, Hasan Tji, Kwwan Yung alias Buyung, Suwito Gunawan alias Awi, M.B. Gunawan, Robert Indarto, Hendry Lie, Fandi Lie, Rosalina, Suranyo Wibowo, Amir Syahbana, Rusbani alias Bani, Bambang Gatot Ariyono, Emil Ermindra, dan Alwin Albar telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara sebesar Rp300.003.263.938.131,14 (tiga ratus triliun tiga miliar dua ratus enam puluh tiga juta sembilan ratus tiga puluh delapan ribu seratus tiga puluh satu rupiah empat belas sen) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah Di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk Tahun 2015 Sampai Dengan Tahun 2022 Nomor: PE.04.03/S-522/D5/03/2024 Tanggal 28 Mei 2024 dengan uraian sebagai berikut :
Bahwa perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Adapun kronologisnya sebagai berikut ;
– Bahwa pada pertengahan tahun 2017 MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI selaku Direktur Utama PT Timah, Tbk bersama sama ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah, Tbk dan EMIL EMINDRA selaku Direktur Keuangan PT Timah bersepakat untuk meningkatkan produksi bijih timah dengan cara membeli dari penambang baik Mitra Jasa Penambangan (pemilik IUJP) maupun penambang illegal yang melakukan penambangan di wilayah IUP PT Timah, Tbk.
Untuk melegalkan kegiatan tersebut ALWIN ALBAR atas persetujuan dan sepengetahuan MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI meminta Ichwan Aswardy Lubis selaku Kepala Perencanaan dan Pengendalian Produksi PT Timah, Tbk untuk membuat program peningkatan Sisa Hasil Penambangan (SHP) dari lokasi tambang di IUP PT Timah, Tbk.
– Bahwa untuk melaksanakan program pembelian langsung bijih timah dari penambang ilegal dengan sistem Jemput Bola tersebut mewajibkan karyawan yang berada dibawah ALWIN ALBAR selaku Direktur Operasi dan Produksi PT Timah Tbk untuk mendatangi penambang ilegal yang melakukan kegiatan pengambilan sisa-sisa hasil penambangan (melimbang) di lokasi tambang di wilayah IUP PT Timah, Tbk (jemput bola) yang bertujuan meningkatkan hasil produksi PT Timah, Tbk dengan cara membayar upah kerja dari para pelimbang tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya PT Timah, Tbk membeli bijih timah kadar rendah dengan harga kadar tinggi yang ditambang oleh Penambang Ilegal di dalam Wilayah IUP PT Timah. Dimana Penentuan Tonase Bijih timah yang dibeli menggunakan “Metode Kaleng Susu” tanpa uji laboratorium.
– Bahwa walaupun ALWIN ALBAR memerintahkan untuk melakukan pembelian bijih timah sesuai dengan harga bijih timah pada saat transaksi, akan tetapi tidak seluruhnya penambang yang melakukan penambangan secara illegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk tidak menjual bijih timah hasil penambangan ke PT Timah, Tbk, sehingga dalam rapat evaluasi di Bulan Januari 2018 ALWIN ALBAR atas sepengetahuan MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI memerintahkan Ichwan Aswardy dan Dudi Hatari untuk membuat Instruksi yang ditujukan kepada Divisi Pengamanan dan Unit Produksi PT Timah agar melakukan pengamanan bijih timah dari penambangan SHP tanpa izin yang berada di wilayah IUP PT Timah yang selanjutnya perintah tersebut ditindaklanjuti oleh Ichwan Aswardi dan Dudi Hatari dengan membuat Instruksi Nomor: 030/Tbk/INST-0000/18.S11.1 yang ditanda tangani oleh MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI pada Tanggal 07 Februari 2018 Tentang melaksanakan pengamanan aset cadangan bijih timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan PT Timah, Tbk.
– Bahwa dalam pelaksanaannya Instruksi Nomor: 030/Tbk/INST-0000/18-S11.1 tanggal 7 Februari 2018 terjadi perbedaan antara konsep awal pembuatan program pengamanan tersebut, dimana Pengamanan aset tidak hanya dilakukan pada penambang ilegal SHP namun juga dilakukan terhadap kolektor-kolektor yang membeli bijih timah dari penambang ilegal dari wilayah IUP PT Timah, Tbk.
– Dalam pelaksanaan instruksi tersebut dimanfaatkan oleh EMIL EMINDRA dan MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI untuk melakukan pembelian bijih timah dari penambang illegal melalui Tetian Wahyudi. Namun dikarenakan terdapat pelarangan pembelian bijih timah secara langsung dari penambang ilegal (perorangan), EMIL EMINDRA bersama-sama MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI dan Tetian Wahyudi kemudian mendirikan CV. Salsabila Utama untuk membeli bijih timah dari penambang ilegal (perorangan) di wilayah IUP PT Timah, Tbk untuk selanjutnya bijih timah tersebut dibeli oleh ke PT Timah, Tbk. Adapun atas pembelian bijih timah dari CV. Salsabila Utama tersebut PT Timah, Tbk mengeluarkan uang sebesar Rp986.799.408.690,00 (sembilan ratus delapan puluh enam miliar tujuh ratus sembilan puluh sembilan juta empat ratus delapan ribu enam ratus sembilan puluh rupiah).
– Bahwa selain adanya pengiriman dan pembelian bijih timah yang didapat dari para penambang illegal (perorangan) di wilayah IUP PT Timah melalui CV. Salsabila Utama, terdapat juga pembelian bijih timah illegal melalui perusahan-perusahan lainnya diantaranya melalui CV. Indo Metal Asia dan CV. Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM).
Untuk melegalkan kegiatan tersebut, kemudian Achmad Haspani saat menjabat Kepala Unit Penambangan Darat Bangka (UPDB) maupun saat menjabat Kepala Unit Penambangan Belitung (UPB) menerbitkan Surat Perintah Kerja (SPK) Borongan Pengangkutan SHP atas perintah ALWIN ALBAR, akan tetapi perusahaan tersebut tidak melakukan kegiatan pengangkutan melainkan melakukan pembelian bijih timah illegal dari para penambang ilegal (perorangan) di wilayah IUP PT Timah, Tbk.
– Selanjutnya pada bulan Februari 2018 bertempat di hotel Novotel Bangka Belitung, ALWIN ALBAR dan MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI melakukan pertemuan dengan para pemilik smelter diantaranya adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa. Dalam pertemuan tersebut ALWIN ALBAR dan MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI menyampaikan kepada para pemilik dan perwakilan pemilik smelter yang hadir untuk memberikan bagian bijih timah sebesar 5% (lima persen) dari kuota ekspor smelter swasta dikarenakan hasil produksi yang dimiliki oleh para pemilik smelter tersebut bijih timahnya bersumber dari penambangan illegal di wilayah IUP PT Timah, Tbk.
– Bahwa dalam pertemuan tersebut disepakati para pemilik smelter swasta akan mengirimkan bijih timahnya ke PT Timah, Tbk sebanyak 5% (lima persen) yang dihitung dari ekspor yang dilakukan oleh smelter swasta dan untuk mengontrol pengiriman bijih timah ke PT Timah tersebut selanjutnya dibuatkan Whatsapp Group (WA Group) dengan nama “New Smelter”, namun dikarenakan adanya perusahaan smelter swasta yang tidak bersedia mengirimkan bijih timah ke PT Timah, Tbk, kemudian dilakukan pertemuan lanjutan di Hotel Borobudur Jakarta pada tanggal 26 Mei 2018, yang dihadiri oleh Erzaldi Rosman selaku Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Brigjen. (alm) Drs. Syaiful Zachri selaku Kapolda Bangka Belitung, MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI selaku Direktur Utama PT Timah, Tbk beserta jajarannya serta para pemilik smelter swasta diantaranya adalah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa dan PT Tinindo Internusa.
Adapun maksud dan tujuan diadakannya pertemuan tersebut dikarenakan masih terdapat beberapa perusahaan smelter swasta yang tidak bersedia mengirimkan bijih timahnya ke PT Timah, Tbk padahal bijih timah tersebut berasal dari penambangan illegal di wilayah IUP PT Timah, sehingga pada kesempatan tersebut ditegaskan kembali agar pemilik smelter swasta mengirimkan bijih timah ke PT Timah, Tbk untuk mendukung kepentingan nasional.
– Bahwa agar kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5% (lima persen) yang dikirimkan oleh smelter swasta tersebut terlihat seakan-akan legal/ resmi, ALWIN ALBAR dengan sepengetahuan MOCHTAR RIZA PAHLEVI TABRANI kemudian mencatatkan sebagai produksi dari program Sisa Hasil Penambangan (SHP) PT Timah, Tbk yang metode pembayarannya dilakukan oleh PT Timah, Tbk dengan Harga Pokok Produksi yang telah ditetapkan oleh PT Timah, Tbk, berdasarkan Tonase / Kadar Timah (Ton/Sn).