FKB.COM, JAKARTA – Kejaksaan Agung tampaknya sudah mulai menyasar kluster Pemda dan BUMN terkait kasus mega korupsi tata kelola timah Babel.
Hal itu diketahui berdasarkan keterangan pers Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana yang diterima redaksi media ini, Kamis (25/4/24).
Menurutnya, hari ini Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) telah melakukan pemeriksaan terhadap 12 (dua belas) orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022.
Adapun ke 12 (dua belas) saksi itu diantaranya berinisial:
1. PD selaku Inspektur Tambang Dinas Pertambangan ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2017 Sekretaris Tim Evaluator RKAB.
2. DW selaku Inspektur Tambang.
3. IWN selaku Inspektur Tambang.
4. HR selaku Inspektur Tambang.
5. YS alias YG selaku pihak swasta.
6. RV selaku CPI PT Timah Tbk.
7. MA selaku CPI PT Timah Tbk.
8. NG selaku CPI PT Timah Tbk.
9. NRN selaku CPI PT Timah Tbk.
10. SW selaku Kepala Dinas ESDM Provinsi Kepulauan Bangka Belitung tahun 2015 s/d Awal Maret tahun 2019.
11. STJ selaku pihak swasta.
12. AW selaku CPI PT Timah Tbk.
“Adapun dua belas orang saksi tersebut diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022 atas nama Tersangka TN alias AN dkk, ” sebutnya.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud, ” imbuhnya.
Diketahui, dalam kasus mega korupsi tata kelola timah ini, pihak Kejagung telah menetapkan sebanyak 15 tersangka korupsi dan 1 orang tersangka kasus perintangan terhadap proses penyidikan perkara korupsi timah, sehingga total tersangka sebanyak 16 orang.
Kendati demikian, pihak Kejagung dituding oleh Aktivis Anti Korupsi belum menyentuh kluster Pemda dan BUMN dalam kasus megar korupsi yang merugikan keuangan negara hingga Rp271 triliun. (Rom)