JAKRTA – Kejaksaan Agung melalui Tim Sub Direktorat Pelacakan Aset pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) melakukan penyitaan dan pemasangan plang sita pada aset berupa Rest Area Km 21 B Tol Jagorawi pada Rabu 21 Mei 2025 di Bogor.
Dari keterangan pers Kapuspenkum Kejagung menyebutkan bahwa aset tersebut diduga berasal dari hasil tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada periode tahun 2018 s.d. 2020, yang disita dari Tersangka Korporasi CV Venus Inti Perkasa.
“Penyitaan tersebut dilaksanakan berdasarkan Surat Perintah Penyitaan Direktur Penyidikan pada JAM PIDSUS Nomor: PRIN-31/F.2/Fe.2/01/2025 tanggal 21 Januari 2025,” ungkap Harli Siregar dalam press rilisnya yang diterima media ini, Kamis (22/5/25).
Objek penyitaan meliputi 3 (tiga) bidang tanah berdasarkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB), yang di dalamnya berdiri sejumlah bangunan dan unit usaha, antara lain:
● 1 (satu) SPBU Pertamina;
● 1 (satu) SPBU Shell;
● 2 (dua) bangunan food court;
● 1 (satu) bangunan di dekat jalan keluar rest area;
● 1 (satu) bangunan musala;
● 1 (satu) bangunan ATM;
● 28 (dua puluh delapan) unit usaha lainnya yang beroperasi di atas objek penyitaan.
Sertifikat hak guna bangunan (SHGB) kawasan rest area tersebut meliputi dua perusahaan, yakni PT Karya Surya Ide Gemilang dan PT Graha Tunas Selaras.
Kegiatan penyitaan turut dihadiri oleh Tim dari Badan Pemulihan Aset (BPA). Selanjutnya, aset sitaan tersebut akan segera diserahkan kepada BPA guna dilakukan langkah pemeliharaan dan pengelolaan lebih lanjut sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Penyidik menegaskan bahwa langkah ini merupakan bagian dari upaya penegakan hukum dan pemulihan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang.
Sementara itu, kasus korupsi timah yang merugikan keuangan negara hingga Rp300 triliun masih terus bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pengusaha Hendry Lie yang turut terlibat dalam kasus korupsi tersebut dituntut 18 tahun penjara dan denda sebesar Rp 1 miliar subsider satu tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum. Jaksa meyakini Hendry Lie bersalah dalam kasus dugaan korupsi tata kelola timah.
“Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 18 tahun dikurangi sepenuhnya dengan lamanya terdakwa ditahan dengan perintah agar terdakwa tetap dilakukan penahanan,” kata jaksa Feraldy Abraham Harahap di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/5).
“Menghukum Terdakwa membayar denda sebesar Rp 1 miliar dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 tahun,” lanjutnya.
Hendry juga dituntut membayar uang pengganti sejumlah Rp 1,6 triliun. Jika tak dibayar paling lama 1 bulan setelah putusan memiliki kekuatan hukum tetap, maka jaksa akan menyita harta bendanya dan dilelang untuk menutup uang pengganti tersebut.
“Dan dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun,” ujar jaksa.
“Atau apabila terpidana membayar uang pengganti dengan jumlah yang kurang dari kewajiban uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lama pidana tambahan berupa pidana penjara sebagai pengganti kewajiban uang pengganti,” tambahnya.
Sebelumnya, Hendry Lie didakwa terlibat dalam kasus korupsi tata kelola timah. Jaksa mendakwa Hendry Lie diperkaya Rp 1 triliun dalam kasus ini. Jaksa mengatakan Hendry merupakan pemilik saham mayoritas PT Tinindo Internusa, yakni smelter swasta yang bekerja sama dengan PT Timah.
“Memperkaya Terdakwa Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa setidak-tidaknya Rp 1.059.577.589.599,19 (Rp 1 triliun),” kata jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam sidang dakwaan saat itu.(Red)