JAKARTA – Kejaksaan Agung tampaknya kian mendalami peran RBS dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022.
Pasca pemeriksaan RBS (Robert Bono Susatyo, red) kemarin, pihak Kejagung melalui Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (JAM PIDSUS) kembali memeriksa 2 orang saksi dari PT Refined Bangka Tin (RBT).
“Dua orang saksi ini berinisial AGR (Anggreini, red) selaku Komisaris PT RBT dan KNNG selaku Pegawai PT RBT,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana melalui keterangan press rilisnya, Rabu (03/04/2024).
Kapuspenkum menjelaskan, kedua orang saksi yang diperiksa terkait dengan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk tahun 2015 s/d 2022 atas nama Tersangka TN alias AN dkk.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, Kejagung telah melakukan pemeriksaan terhadap Robert Bono Susatyo terkait kasus mega korupsi Tata Kelola Timah yang merugikan keuangan negara hingga R271 triliun, Senin (1/4/24). Robert Bono Susatyo atau RBS diketahui sebelumnya merupakan pemilik PT RBT namun seiring berjalannya waktu, kepemilikan saham RBT dalam akta perusahaan, 73 persennya dikuasai oleh Suparta yang saat ini sudah ditetapkan tersangka korupsi oleh Kejagung.
Kendati demikian, RBS tetap dituding sebagai Beneficial Ownership (penerima manfaat) PT RBT bahkan sebagai “Dalang” dalam tata kelola timah di wilayah IUP PT Timah tahun 2015-2022 oleh sejumlah aktivis anti pegiat anti korupsi sehingga harus ditetapkan sebagai tersangka mega korupsi tata kelola timah di wilayah IUP PT Timah dari tahun 2015 -2022 seperti halnya penetapan tersangka terhadap Harvey Moeis dan Helena Lim serta 14 tersangka lainnya. (red)