FKB.COM, JAKARTA – Penanganan Kasus Korupsi Timah oleh Kejaksaan Agung semakin dalam dan ngeri-ngeri sedap. Pasalnya satu demi satu dari para Penikmat Dana Mega Korupsi itu disikat habis. Terbaru Crazy Rich Helena Lim kembali digiring oleh Jaksa ke Rutan Salemba setelah tim jaksa penyidik Direktorat JAM Pidsus Kejagung menetapkan Helena Lim sebagai tersangka korupsi komediti timah, Selasa (26/3/24).
Helena Lim ditetapkan sebagai tersangka dalam statusnya sebagai Manajer PT Quantum Skyline (QSE).
Dalam kasua ini, Helena Lim diduga berperan memberikan bantuan pengelolaan hasil tindak pidana korupsi.
Pengelolaan hasil korupsi itu dikemas dalam bentuk CSR.
“Yang bersangkutan selaku Manajer PT QSE diduga kuat telah memberikan bantuan mengelola hasil tindak pidana kerja sama penyewaan peralatan proses peleburan timah di mana yang bersangkutan memberikan sarana dan prasarana melalui PT QSE untuk kepentingan dan keuntungan yang bersangkutan dan para peserta yang lain dengan dalih dalam rangka untuk penyaluran CSR,” ujar Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers, Selasa (26/3/2024).
Dengan demikian, total tersangka kasus mega korupsi tata kelola timah di wilayah IUP PT Timah dari tahun 2015-2022 saat ini sudah mencapai 15 orang. Sementara saksi yang diperiksa lebih dari 140 orang.
Kendati telah menetapkan sebanyak 15 orang tersangka, 3 orang diantaranya mantan Dirut dan Direksi PT Timah, dan 12 orang lainnya dari Perusahaan Swasta yang bermitra dengan PT Timah.
Berdasarkan Informasi yang beredar, jumlah tersangka akan terus bertambah, seiring dengan gencarnya tim jaksa penyidik Kejagung dalam melakulan pemeriksaan.
“Jumlah tersangka tampaknya akan terus bertambah. Tidak menutup kemungkinan tersangkanya dari PT Timah dan dari pihak swasta selaku mitranya, bahkan para owner atau penerima manfaat perusahaan mitra juga diprediksi akan alami nasib yang sama. Kita tunggu saja. Pokoknya penanganan kasus mega korupsi timah ini oleh Kejagung akan menjadi catatan sejarah dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia,” sebut sumber tertutup, Rabu (27/3/24).
Diketahui, pengusutan Kasus Mega Korupsi tata niaga timah antara tahun 2015-2022 yang melibatkan perusahaan PT Timah ini merupakan langkah paling berani diambil oleh Kejaksaan Agung dan jajarannya.
Pasalnya, praktek dugaan Mega Korupsi tata niaga timah yang terjadi selama ini bagaikan puncak gunung es yang tak tersentuh oleh aparat penegak hukum lainnya seperti KPK dan Mabes Polri.
Kendati demikian, publik khususnya aktivis lingkungan dan pegiat anti korupsi di Bangka Belitung sangat berharap Kejagung dapat membongkar Kasus Mega Korupsi Timah ini hingga menyeret Sejumlah Nama yang diduga sabagai ‘Dalang atau Otak’ yang mengatur bisnis Timah yang telah merugikan Keuangan negara hingga 271 triliun rupiah itu.
“Jadi, kami berharap semua pihak tanpa terkecuali harus diminta pertanggung jawaban hukum, ” pinta Direktur Eksekutif Walhi Babel Ahmad Subhan Hafiz seperti dikutip portalkriminal.id belum lama ini.
Dikatakannya, dari kasus posisi, terungkap mereka menampung hasil tambang ilegal yang notabene diduga dibekingi oleh pengusaha setempat dan Jakarta.
Hal yang sama, Presiden Kongres Advokat Indonesia (KAI) Erman Umar juga meminta Kejagung untuk tidak tebang pilih.
“Kejagung harus berlakukan yang sama tidak hanya Pemilik CV. Venus yang dijadikan tersangka, ” tukasnya belum lama ini.
Demikian juga dalam kolom editorial redaksi media ini beberapa waktu lalu bertajuk Boneka Tumbal yang Bikin Anti Klimaks.
Dari pertanyaan dan pernyataan tersebut, Publik sangat menanti upaya pihak Kejagung membongkar dan menyeret para ‘Penerima Manfaat’ dari PT RBT dan ‘Dalang/Otak’ utama dalam konsorsium yang merugikan PT Timah. RPB dan HM merupakan dua nama besar yang disebut sebut paling ditakuti oleh CV VIP, SBS, TIN dan SIP saat itu.
Lantas bagaimana kaitan Kasus Mega Korupsi Timah ini dengan Perusahaan PT Refined Bangka Tin (RBT)?
Dari kumpulan keterangan pers Kapuspenkum yang diterima redaksi, menyebutkan jika sebagian besar Jajaran pengurus RBT telah diperiksa Kejagung, dan bahkan Dirut RBT inisial S (Suparta, red) dan Direktur pengembangan bisnis RBT inisial RA (Reza Andriansyah, red) telah pun ditetapkan tersangka.
Tim jaksa ternyata tidak berhenti hanya di dua orang itu. Setelah menetapkan Dirut dan Direktur PT RBT sebagai tersangka. Pihak Kejagung masih terus melakukan pemeriksaan kepada sejumlah saksi baik dari PT RBT itu sendiri maupun dari pihak Swasta dan PT Timah dan terbaru penetapan tersangka dan penahanan terhadap Crazy Rich Helena Lim dalam kasus mega korupsi timah.
Siapa Penerima Manfaat pada Perusahaan PT Refined Bangka Tin (PT RBT)?
PT RBT sendiri eksis di dunia pertambangan sekitar tahun 2007. Saat itu RBT dimilik oleh taipan Tommy Winata melalui Artha Graha Network terhitung hingga Agustus 2016.
Direktur RBT, Reza Andriansyah membenarkan bahwa sejak Agustus 2016 ada keputusan Group Artha Graha Network untuk tidak lagi meneruskan bisnisnya di bidang pertambangan lagi.
“Saat ini yang pegang RBT itu pengusaha dengan latar belakang dan keahlian yang berbeda. Ada kontraktor dan trader timah,” sebut Reza Andriansyah kala itu.
Dari penelusuran informasi yang didapat menyebutkan jika nama
Robert Priantono Bonosusatya disebut sebut sebagai Penerima Manfaat alias owner PT RBT.
Dikutip dari lowinvestigasinews.com, Direktur CERI Yusri Usman mengatakan, di beberapa tambang, nama-nama ini selalu muncul.
“Seperti nama Robert Bonosusatya, Yoga Susilo kan itu muncul. Dia tidak muncul di perusahaan itu, tapi dia tersembunyi di nama pemegang saham atas nama orang lain,” ujarnya.
Kendati demikian, Robert Bonosusatyo dalam klarifikasinya di media Tempo, Robert membantah jika dirinya pemilik Perusahaan PT RBT.
“Tidak ada itu. Saya bukan pemilik perusahaan PT RBT” cetusnya.
Penulis / editor : Romli