TOLERAN

oleh

Prof Bustami Rahman.

Saya khawatir bahwa kita mungkin salah memahami makna toleransi.

Kita mengenal kata ‘toleran’ sebagai ajektif dari toleransi berasal dari akar kata ‘tolerare’ (Latin) yang artinya bersabar, menahan diri. Setiap orang yang mampu bersabar diri dan menahan diri dapat disebut sebagai orang yang toleran.

Kemudian yang harus dipahami lagi adalah bahwa toleran dikenakan atau terkait pada individu, bukan pada kelompok, suku, atau bangsa. Konsep toleran atau toleransi adalah konsep yang bersifat psikologis, bukan sosiologis.

Misalnya, jika anda menyebut orang Babel atau orang Melayu Babel (sebagai kelompok suku) yang toleran, maka ungkapan ini secara etimologis SALAH. Adalah benar jika disebut si A sebagai individu dari orang Melayu Babel itu toleran. Bukan kelompoknya atau suku bangsanya.

BACA JUGA :  Pimpin Kegiatan Baznas, Wabup Debby Ajak Seluruh Elemen Masyarakat untuk Menunaikan Zakat

Saya buat catatan ini untuk sekedar mengingatkan, bahwa kata toleran jangan diseret ke konsep sosiologis politis. Sengaja atau tidak sengaja telah mengaburkan makna dan memaksa orang Indonesia menjadi ‘kabur makna’. Mereka dipaksa menerima meskipun tidak begitu.

Sekali lagi, tidak ada dan tidak mungkin suatu kelompok atau suku bangsa itu toleran. Yang ada itu adalah individu yang toleran. Saya yang berasal dari desa A ditunjuk untuk menjadi Kades di desa B yang tidak saya kenal, maka sayalah yang harus toleran. Jangan suruh orang sedesa B itu toleran menerima saya.

Saya harus berani menolak untuk menjadi Kades di desa B. Itulah sikap TOLERAN yang sebenarnya, karena saya telah mampu bersabar dan menahan diri.
(BR)