Lagi, Warga LDII Semarang, Ken Sudarti Jadi Guru Besar di Universitas Islam Sultan Agung

oleh
Pengukuhan Ken Sudarti sebagai guru besar Fakultas Ekonomi di Unissula Semarang, Rabu (21/12/22).

SEMARANG – Rektor Unissula Prof Gunarto secara resmi mengukuhkan dua guru besar baru di Fakultas Ekonomi (FE), pada Selasa (20/12). Kedua guru besar tersebut adalah Widiyanto dan Ken Sudarti yang merupakan guru besar ke-9 dan ke-10 Fakultas Ekonomi serta guru besar ke-26 dan ke-27 di Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang secara keseluruhan.

Dalam sambutannya, Gunarto mengatakan penambahan guru besar diharapkan dapat mempercepat target 100 guru besar pada tahun 2027 di Unissula Semarang. “Kami berharap dapat memiliki setidaknya 18 guru besar baru setiap tahunnya,” jelasnya.

Surat Keputusan (SK) Ken Sudarti sebagai guru besar bidang ilmu manajemen ditandatangani Mendikbud, dan diserahkan pada 9 November 2022 oleh Kepala Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) wilayah VI Bhimo Widyo Andoko. Saat pengukuhan, Ken Sudarti menyampaikan Kuliah Ilmiah bertajuk “Co-creation of Religius Value: Metode Memanfaatkan Peran “People” untuk Mencapai Kinerja Pemasaran Layanan Unggul”.

Penelitiannya terkait peran “people” atau _frontliners_ dalam proses delivering value di industri jasa berbasis religi, bermula dari keprihatinannya terhadap perkembangan salah satu industri jasa yaitu asuransi syariah yang belum optimal.

BACA JUGA :  Sengketa Pilpres 2024 di MK, Yusril Disebut Nekad Kumpulkan Pengacara Gagal

“Hal ini sangat disayangkan mengingat mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Bagi seorang muslim, mengkonsumsi layanan halal wajib hukumnya. Memprioritaskan kebahagiaan dunia dengan ukuran materiil ketika memilih jasa asuransi dan mengabaikan kebahagiaan akhirat seharusnya tidak terjadi,” ujarnya.

Namun, lanjutnya, data menunjukkan, bahwa asuransi konvensional masih menjadi pertimbangan ketika memilih produk asuransi. “Gap ini terjadi diduga karena asuransi syariah belum optimal dalam memberikan service value. Dan bagian dari organisasi yang paling dekat terkait delivering value adalah salesman,” tambahnya.

Oleh karena itu, studi tentang bagaimana meningkatkan kapabilitas salesman dalam proses delivering value masih menarik untuk dilakukan. Religious values yang melekat pada produk syariah seharusnya melekat dan tercermin pada diri salesman di setiap tahapan input, proses dan output terkait delivering value.

BACA JUGA :  Dikonfirmasi Soal Namanya Disebut Terima Rp2,5 Miliar dalam Kasus Korupsi BKKBI Tulungagung, Gus Ipul Pilih Bungkam

“Jika hal ini dapat diwujudkan, maka keunikan yang melekat pada salesman akan menjadi basis diferensiasi yang unik dan tidak mudah ditiru untuk menciptakan kinerja pemasaran jasa unggul,” ungkapnya.

Ken Sudarti yang juga warga LDII Semarang itu mengatakan, untuk mencapai kinerja unggul, organisasi harus memiliki keunggulan bersaing berkelanjutan. Pernyataan ini sesuai dengan pandangan Resource Based View Theory yang dikemukakan oleh (Barney & Wright, 1998).

Teori ini, lanjutnya, mendalilkan bahwa organisasi dikatakan memiliki keunggulan kompetitif berkelanjutan, ketika memiliki sumberdaya bernilai, unik, langka dan tidak mudah ditiru. Keunggulan bersaing berkelanjutan dapat dan harus dimiliki oleh semua jenis perusahaan termasuk perusahaan jasa.

“Akan tetapi keunikan nilai sumberdaya yang dikemukakan Barney masih berujung pada keunggulan duniawi, dan belum mempertimbangkan nilai agama sebagai sumberdaya terbaik menuju keselamatan dunia akhirat,” paparnya.

Menurutnya, Value co-creation yang bernilai religius adalah penciptaan nilai yang berkaitan dengan nilai-nilai agama. Religious Value co-Creation (RVCC) adalah kreasi nilai yang holistik. Nilai yang diperoleh dari agama berkaitan dengan komitmen keagamaannya. Komitmen religius menunjukkan sejauh mana seseorang meyakini nilai-nilai agamanya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

BACA JUGA :  Dikonfirmasi Soal Namanya Disebut Terima Rp2,5 Miliar dalam Kasus Korupsi BKKBI Tulungagung, Gus Ipul Pilih Bungkam

“Nilai-nilai agama dijadikan pisau analisis dalam konsep RVCC berdasarkan pemikiran bahwa agama menentukan cara manusia dalam memahami tujuan hidup dan tanggungjawab terhadap diri sendiri, orang lain dan Tuhan,” ungkapnya.

Untuk organisasi yang menawarkan produk dengan basis religi, diferensiasi ini mendesak untuk diciptakan. “Jika tidak, maka kata-kata “syariah” yang seharusnya menjadi nilai diri dan nilai organisasi, hanya selesai pada tataran labeling saja,” ungkap Ken Sudarti.

Di akhir pidatonya, wanita kelahiran Semarang itu menyampaikan rasa syukurnya kepada orangtua yaitu Masrum Wiryoputranto dan Sularti (alm) serta Sri Suhartiti yang telah berjuang, mendidik dan mendoakannya, “Sehingga saya menjadi manusia yang berguna bagi umat,” urainya.(rel)