Pluralisme Hukum dan Lex Sportiva

oleh
Foto : Net.

Oleh: Pradikta Andi Alvat
CPNS Analis Perkara Peradilan Pengadilan Negeri Rembang

Hukum pada hakikatnya memiliki relasi respirokal dengan masyarakat, oleh sebab itu, konstelasi masyarakat pastinya memiliki implikasi terhadap perkembangan hukum. Kondisi sruktur sosial akan menentukan bagaimana peran dan fungsi hukum dalam masyarakat. Ambil contoh terkait realitas masyarakat Indonesia yang plural (multikultural) sehingga menyebabkan tumbuhnya eksistensi pluralisme hukum.

Pluralisme hukum disini maksudnya adalah adanya sistem hukum heterogen yang hidup dan digunakan dalam masyarakat. Di Indonesia, pada prinsipnya teerdapat 3 sistem hukum yang eksis, yakni: hukum nasional, hukum adat, dan hukum Islam. Realitas tersebut, Penulis sebut sebagai pluralisme hukum internal.

Dalam perkembangannya, dikenal pula pluralisme hukum eksternal, yang meliputi eksistensi hukum nasional, hukum internasional, dan hukum transnasional dalam suatu negara. Jika pluralisme hukum internal dasarnya adalah realitas sosio-kultural masyarakat, sebaliknya dalam pluralisme hukum eskternal dasarnya adalah arus perkembangan dunia dan globalisasi.

Salah satu bagian menarik dari pluralisme hukum eksternal adalah eksistensi hukum transnasional. Hukum transnasional sendiri merupakan aturan hukum yang dibuat oleh komunitas internasional non-negara (international society) yang memiliki otoritas untuk ditaati oleh organ komunitasnya dimanapun ia berada.

BACA JUGA :  Sengketa Pilpres 2024 di MK, Yusril Disebut Nekad Kumpulkan Pengacara Gagal

Contoh aktual dari pada eksistensi hukum transnasional adalah aturan-aturan yang dikeluarkan oleh FIFA sebagai organisasi/federasi sepakbola dunia yang mana harus ditaati dan diberlakukan oleh organisasi internal yakni federasi sepakbola nasional yang berada dibawah otoritas FIFA. Jika di Indonesia, maka PSSI harus tunduk pada FIFA terkait aturan-aturan sepakbola profesional.

Secara teoritik, terdapat dua kelompok aliran hukum olahraga yang memiliki perspektif tersendiri dalam melihat bagaimana hukum diberlakukan dalam bidang olahraga. Pertama, domestic sports law dan global sports law. Domestic sports law merupakan norma hukum internal yang dibuat oleh badan olahraga nasional dimana corenya bersumber dari aturan federasi olahraga dunia. Sedangkan global sports law adalah norma hukum yang dibuat dan diterapkan oleh federasi olahraga internasional. Aturan dalam domestic sports law dan global sports law tidak bisa diintervensi oleh negara karena merupakan aturan internal komunitas. Aliran pertama inilah yang disebut sebagai lex sportiva,

Kedua, national sports law dan international sports law. National sports law merupakan hukum nasional yang secara langsung memiliki pengaruh terhadap peraturan, tata kelola, dan sengketa olahraga. Sedangkan international sports law merupakan hukum international yang memiliki pengaruh terhadap tata kelola olahraga internasional.

BACA JUGA :  Dikonfirmasi Soal Namanya Disebut Terima Rp2,5 Miliar dalam Kasus Korupsi BKKBI Tulungagung, Gus Ipul Pilih Bungkam

Titik Singgung Lex Sportiva dengan Hukum Nasional.

Secara prinsipil, lex sportiva memiliki domain penerapan yang berbeda dengan hukum nasional. Lex sportiva memfokuskan diri pada domain aturan internal komunitas yang meliputi aturan keanggotaan hingga law of the game (aturan permainan), sehinggga negara tidak boleh melakukan intervensi.

Misalnya aturan keanggotaan FIFA, aturan dalam permainan sepakbola terkait jumlah pemain dalam suatu pertandingan resmi, aturan mengenai offside, aturan mengenai pergantian pemain dll, itu mutlak menjadi domain dari lex sportiva (yang dibuat oleh FIFA), dimana negara melalui hukum nasional tidak boleh ikut campur mengaturnya.

Di sisi lain, penyelenggaran kompetisi olahraga pastinya memiliki titik singgung sekaligus memerlukan peran hukum nasional. Relasi sinergis antara lex sportiva dengan hukum nasional misalnya terkait aturan pemberitahuan kepada pihak keamanan sebelum pertandingan, aturan mengenai pajak, aturan logo dan merk, hingga aturan mengenai PT (perseorang terbatas) bagi klub sepakbola profesional di Indonesia. Terkait hal yang menyangkut kepentingan publik tersebut, organisasi olahraga nasional termasuk klub-klub peserta harus tunduk pada hukum nasional.

BACA JUGA :  Sengketa Pilpres 2024 di MK, Yusril Disebut Nekad Kumpulkan Pengacara Gagal

Namun ada kalanya, aturan yang dibuat oleh lex sportiva bertentangan secara diametris dengan aturan hukum nasional. Terbaru misalnya terkait fenomena penggunaan gas air mata, yang menurut aturan FIFA tidak boleh digunakan di dalam stadion, namun diperbolehkan dalam Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009 untuk menangani keadaan tertentu.

Pihak kepolisian jelas tindak tunduk pada aturan FIFA, polisi memiliki legalitas untuk mengeluarkan gas air mata berdasarkan Perkap Nomor 1 tahun 2009, (soal apakah penggunaan gas air mata sesuai dengan kondisi itu perihal lain, tentu ada konsekuensinya).

Konklusinya, FIFA dapat menjatuhkan sanksi terhadap organisasi PSSI terkait penggunaan gas air mata dalam stadion. Sebaliknya FIFA tidak dapat melarang aparat kepolisian untuk membawa gas air mata dalam stadion sebagai upaya preventif jika terjadi keadaan tertentu yang memerlukan penggunaan gas air mata.

Oleh sebab itu, komunikasi persuasif antara organisasi olahraga nasional dalam hal ini PSSI dengan pihak aparat keamanan maupun stakeholders lain akan menjadi kunci penting untuk menyelesaikan persinggungan diametris ini (maupun persinggungan diametris lainnya) secara arif dan bijaksana