Cegah Kerusakan Lingkungan di Laut Matras Kian Meluas, Rizza: AMDAL Penambangan KIP Wajib Dibuka ke Publik

oleh
Polsus PWP3K yang berada di atas KP Hiu 17 telah melaksanakan pemeriksaan terhadap KIP Octopus 1 di wilayah perairan Matras, akhir Februari 2022 lalu. Foto: Dok. Humas Ditjen PSDKP

FORUMKeadilanbabel.com, BANGKA — Tidak transparannya data aktivitas penambangan oleh sejumlah Kapal Isap Produksi (KIP) di Perairan Matras dan sekitarnya terus menuai perhatian dari berbagai pihak.

Diketahui sebelumnya, sejumlah pihak yang dinilai berkompeten terkait kegiatan penambangan sejumlah KIP di IUP swasta atau yang disebut KIP Mitra Pemda, mulai dari Kabid Pertambangan ESDM Babel, A. Sani hingga Koordinator Inspektur Pengawasan Tambang Kementerian ESDM Wilayah Babel, Dody Hendra Sukmana justru tak kunjung memberikan penjelasan terkait data sejumlah KIP yang menambang di IUP Swasta terlebih soal data Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) sejumlah KIP itu.

Padahal Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) merupakan rekomendasi yang wajib dilaksanakan Pengusaha Pertambangan (KIP, red) di Perairan Matras dan sekitarnya.

Hal itu disampaikan Rizza Muftiadi Dosen Manajemen Sumberdaya Perairan UBB kepada Forumkeadilanbabel.com.
Dikatakannya, Secara umum, penambangan akan berdampak pada ekosistem perairan, mulai dari perubahan dasar perairan, perubahan kedalaman, hingga merusak ekosistem (terutama ekosistem terumbu karang). Harus ada analisis-analisis yang wajib diketahui masyarakat yang akan terkena dampak dari aktivitas penambangan ini.

“Yang terpenting adalah masyarakat wajib mengetahui apa saja rekomendasi-rekomendasi yang wajib dilakukan pengusaha pertambangan yang tertuang dalam dokumen AMDAL yang sudah disusun perusahaan penambangan. Dan ini tidak hanya sampai disitu, harus dilakukan pengawasan yang mengawasi apakah rekomendasi tersebut dilakukan dengan baik atau tidaknya. Maka, sebaiknya AMDAL wajib dipublikasikan ke publik agar dapat saling mengawasi,” tegas Rizza, Senin (3/10/22).

Kegiatan penambangan sejumlah Kapal Isap Produksi (KIP) di IUP PT SLA beberapa waktu lalu. Foto : (Net/ Mongabay)

Sebagai contoh,
Rizza Muftiadi menjelaskan soal tailing dari aktivitas penambangan timah yang dibuang langsung ke laut, dapat menyebabkan perubahan warna air dari jernih menjadi kecokelatan. Struktur substrat perairan dari pasir bercampur lumpur [pasir berlumpur], hingga rusaknya ekosistem terumbu karang. Menurutnya, hal ini terjadi lantaran AMDAL tidak dipublikasikan sehingga masyarakat tidak dapat melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penambangan sejumlah KIP tersebut.

BACA JUGA :  Tanpa Kompromi, Kejati Sikat Sang Mafia Tanah Frangky

“Secara umum, tailing adalah sedimen perairan. Jika dikaitkan dengan dampak pembuangan tailing langsung ke laut terhadap ekosistem, jelas merusak. Terutama, ekosistem terumbu karang yang sangat sensitiv terhadap perubahan,” katanya.

Selain AMDAL, ditambahkan
peneliti terumbu karang dan pengajar di Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi [FPPB] Universitas Bangka Belitung ini,
ada beberapa hal yang menurutnya penting untuk dilakukan. Yaitu Analisis ekonomi atau valuasi ekonomi dari ekosistem terdampak, dalam hal ini ekosistem terumbu karang.
“Jadi, kita bisa menghitung berapa jumlah kerusakan yang terjadi, berapa rupiah perusahaan wajib mengganti rugi. Sebagai dokumen pelengkap lainnya diperlukan menghitung atau mengkaji tentang Nilai Konservasi Tinggi (NKT), untuk mengetahui tingkatan nilai konservasi perairan tersebut, apakah nilainya rendah, atau justru bernilai tinggi sehingga wajib dilakukan konservasi, bukan di eksploitasi. Selain itu, perlu untuk ditetapkan terlebih dahulu, aturan tentang reklamasi laut yang berpihak kepada sumberdaya perairan. Dengan diterapkannya aturan reklamasi laut terutama ekosistem terumbu karang, maka dapat memungkinkan menurunnya degradasi ekosistem ini. Karena, reklamasi itu tidak cukup hanya dengan metode transplantasi karang atau pembuatan fish shelter saja,” tuturnya.

BACA JUGA :  Bupati Riza Apresiasi Atas Pembangunan Hotel Sewarna Manunggal Toboali

Diakuinya, bahwa timah merupakan anugerah atau nikmat yang tidak dimiliki oleh daerah lain di Indonesia, yang terbesar eksploitasinya adalah di Bangka Belitung.
“Tetapi, dalam menyikapi anugerah ini, kita perlu imbangi dengan sikap yang ramah dengan lingkungan. Artinya, kita tidak perlu berlebih-lebihan dalam eksploitasi sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui ini. Dengan kata lain, kita tidak perlu menetapkan target produksi yang meningkat. Karena dengan meningkatnya produksi, maka kemungkinan wilayah penambangan pun akan semakin luas. Dengan meningkatnya luas wilayah penambangan maka akan berdampak pada kerusakan lingkungan. Terlebih jika sumberdaya ini habis. Apa yang akan menjadi alternatif sumber pencaharian masyarakat yang bergantung dengan penambangan ini,” tanyanya.

Pejabat Publik Diminta Pro Aktif Memberikan Akses Informasi Publik

Sentara itu, Wahyu Saputra
Komisioner Komisi Informasi (KI) Babel Bidang Advokasi, Sosialisasi dan Edukasi mengatakan semangat UU nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik menegaskan bahwa badan publik berkewajiban menyuguhkan informasi publik kepada publik. Oleh karena itu pejabat yang memegang jabatan di badan publik berkewajiban pula dapat memberikan akses layanan informasi itu dengan cara mudah dan sesederhana mungkin.

“Yang harus dipahami, bahwa informasi publik itu adalah hak asasi publik sehingga badan publik melalui Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) mempunyai kewajiban untuk memenuhi akan informasi publik tersebut,” sebutnya.

Dikatakannya, informasi publik yang wajib disediakan dan diumumkan badan publik terdiri dari 3 macam yaitu informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala, kedua informasi yang wajib diumumkan serta Merta dan informasi yang wajib tersedia setiap saat.

BACA JUGA :  Bupati Riza Ajak Masyarakat Semarakkan Event Basel Bekecak

Untuk informasi yang wajib disediakan dan diumumkan secara berkala berisikan informasi yang berkaitan dengan badan publik, mengenai kegiatan dan kinerja badan publik, mengenai laporan keuangan.

“Sedangkan untuk informasi yang wajib diumumkan secara serta merta ialah suatu informasi yang dapat mengancam hajat hidup orang banyak dan ketertiban umum, semisal masalah wabah penyakit, situasi cuaca dan lain sebagainya,” tandasnya.

Sementara untuk informasi publik yang wajib tersedia setiap saat meliputi, Daftar seluruh informasi publik yang berada dibawah penguasaannya, namun tidak termasuk informasi yang dikecualikan, hasil keputusan badan publik dan pertimbangannya, seluruh kebijakan yang ada berikut dokumen pendukungnya, rencana kerja proyek termasuk didalamnya perkiraan pengeluaran tahunan badan publik, perjanjian badan publik dengan pihak ketiga, prosedur kerja pegawai badan publik yang berkaitan dengan pelayanan masyarakat, informasi dan kebijakan yang disampaikan pejabat publik dalam pertemuan yang terbuka untuk umum dan laporan mengenai pelayanan akses informasi publik sebagaimana diatur dalam UU nomor 14 tahun 2008.

Namun demikian, publik sebagai pihak yang mendapatkan hak asasi juga mempunyai kewajiban untuk tidak menggunakan informasi publik tersebut untuk hal yang tidak baik.

“Karena konsekuensi terhadap pelanggaran UU nomor 14 tahun 2008 baik bagi badan publik ataupun publik adalah sanksi pidana dan denda sebagaimana diatur dalam Bab XI Ketentuan pidana mulai dari pasal 51 hingga 57,” pungkasnya. (Rom)