FORUMKeadilanbabel.com, BANGKA – Perambahan dan penggarapan yang diduga dilakukan oleh Kelompok Tani yang diketuai Johny di DAS Desa Mendo Kecamatan Mendo Barat Kabupaten Bangka untuk membuka perkebunan dengan mengatasnamakan kelompok tani tentunya akan berdampak kerugian bagi masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah.
Sebab aturan Pemerintah menyebutkan bahwa pembukaan kebun atau perkebunan dalam luasan tertentu tanpa perizinan atau perusahaan maka akan menimbulkan dampak kerugian bagi masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah.
Demikian disampaikan Kepala Dinas Pertanian Bangka melalui Kabid Perkebunan, Subhan.
“Permentan no 98 Tahun 2013 dimana perusahaan wajib menfasilitasi kebun kebun masyarakat minimal 20 persen dari luas lahan izin usaha perkebunannya,” ujar Subhan di kantornya, Jum’at (18/3/22).
Lebih lanjut dikatakan Subhan, jadi jika ada yang membuka kebun tanpa melalui perizinan maka jelas kewajiban untuk memfasilitasi kebun masyarakat minimal 20% tersebut terabaikan.
“Dan bisa saja tidak dilakukan, sehingga hak-hak masyarakat sekitar pun terabaikan,” tandasnya.
“Kemudian yang kedua ketika usaha ini berbadan hukum maka Pemerintah akan mendapat Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari hak guna usaha (HGU). BPHTB ini sendiri merupakan pungutan atas perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Nah ketika membuka kebun dengan luasan tertentu misalnya 25 hektar ke atas tidak melalui perizinan maka sudah jelas kerugiannya di Pemerintah Daerah tidak mendapatkan BPHTB,” sambungnya.
Sebagai informasi dalam Pasal 8 Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) no 98 tahun 2013 menyebutkan Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas 25 (dua puluh lima) hektar atau lebih wajib memiliki
IUP-B.
Pasal 9
Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan kelapa sawit, teh dan tebu dengan kapasitas sama atau melebihi kapasitas paling rendah unit pengolahan hasil perkebunan seperti tercantum dalam Lampiran II
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini, wajib memiliki IUP-P.
Pasal 10
(1) Usaha Budidaya Tanaman kelapa sawit dengan luas 1.000 hektar atau lebih, teh dengan luas 240 hektar atau lebih, dan tebu dengan luas 2.000 hektar atau lebih, wajib terintegrasi dalam hubungan
dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan.
(2) Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang terintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil
Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib memiliki IUP.
Pasal 13
(1) Dalam hal suatu wilayah perkebunan swadaya masyarakat belum ada Usaha Industri Pengolahan
Hasil Perkebunan dan lahan untuk penyediaan paling rendah 20 % (dua puluh perseratus) bahan
baku dari kebun sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 tidak tersedia, dapat didirikan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan oleh Perusahaan Perkebunan.
(2) Perusahaan Perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memiliki IUP-P.
(3) Untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Perusahaan Perkebunan harus
memiliki pernyataan ketidaktersediaan lahan dari dinas yang membidangi perkebunan setempat dan
melakukan kerjasama dengan koperasi pekebun pada wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Lantas bagaimana upaya Pemerintah untuk menghentikan dampak kerugian yang dialami masyarakat setempat dan Pemerintah Daerah itu sendiri akibat penggarapan lahan oleh Kelompok Tani yang tidak terdaftar di Daerah Aliran Sungai (DAS) Desa Mendo yang infonya mencapai 400 hektar ? (Red)