Diduga Terima Suap Rp 17 Miliar, Menteri Sosial Juliari Batubara Bisa Dihukum Mati

oleh
Menteri Sosial Juliari Batubara

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan beberapa orang dalam operasi tangkap tangan (OTT) di lingkungan kementerian sosial (kemensos) RI. Operasi senyap dilakukan KPK berkenaan dengan bantuan sosial (bansos) pandemi Covid-19.

“KPK melakukan tangkap tangan terhadap beberapa orang yang diduga terkait dengan tindak pidana korupsi dalam pengadaan bansos di Kemensos RI,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri di Jakarta, Sabtu (5/12).

Dia mengatakan, OTT tersebut dilakukan pada Jumat (4/12) pukul 23.00 hingga Sabtu dini hari WIB tadi. Dari proses pemeriksaan, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara sebagai tersangka dan diduga menerima suap Rp 17 miliar.

Karena itu, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Komjen Firli Bahuri menyatakan Menteri Sosial Juliari Batubara bisa diancam dengan hukuman mati. Ancaman hukuman mati bisa diberikan kepada Juliari jika terbukti melanggar Pasal 2 UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Ya, kita paham bahwa di dalam ketentuan UU Nomor 31 tahun 1999 pasal 2 yaitu barang siapa yang telah melakukan perbuatan dengan sengaja memperkaya diri atau orang lain, melawan hukum yang menyebabkan kerugian keuangan negara di ayat 2 memang ada ancaman hukuman mati,” ujar Firli di Gedung KPK, Ahad (6/12) dini hari.

Selama masa pandemi Covid-19, kata Firli, pihaknya juga terus mengimbau bahkan mengancam agar semua pihak agar tidak menyalahgunakan bantuan sosial (bansos), sebab ancaman hukumannya adalah mati. Terlebih, sambung Firli, pemerintah juga telah menetapkan pandemi virus Corona Covid-19 ini sebagai bencana nonalam.

“Kita paham juga bahwa pandemi Covid-19 ini dinyatakan oleh pemerintah bahwa ini adalah bencana nonalam, sehingga tentu kita tidak berhenti sampai di sini, apa yang kita lakukan, kita masih akan terus bekerja terkait dengan bagaimana mekanisme pengadaan barang jasa untuk bantuan sosial di dalam pandemi Covid-19,” tegas Firli.

“Tentu nanti kami akan bekerja berdasarkan keterangan saksi dan bukti apakah bisa masuk ke dalam Pasal 2 UU 31 Tahun 1999 ini, saya kira memang kami masih harus bekerja keras untuk membuktikan ada atau tidaknya tindak pidana yang merugikan keuangan negara sebagai mana yang dimaksud Pasal 2 itu. Dan malam ini yang kami lakukan tangkap tangan adalah berupa penerimaan sesuatu oleh penyelenggara negara, jadi itu dulu,” tambah Firli.

BACA JUGA :  Andar GACD Desak Hasyim Asy'ari Mundur dari Jabatan Ketua KPU RI

Dalam UU Nomor 31 Tahun 1999 Pasal 2 berbunyi,

(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.

Penetapan Menteri Sosial Juliari sebagai tersangka menyusul operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah itu pada Sabtu (5/12) WIB. KPK mengamankan enam orang yakni dua pejabat Kemensos dan empat orang pihak swasta dalam operasi senyap tersebut.

Mereka adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Matheus Joko Santoso (MJS) Kemensos, Sekretaris di Kemensos Shelvy N (SN) serta Direktur PT Tiga Pilar Agro Utama Wan Guntar (WG). KPK juga mengamankan tiga pihak swasta lainnya yakni Ardian I M (AIM), Harry Sidabuke (HS) dan Sanjaya (SJY).

Dari keenam orang itu KPK menetapkan Mensos Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso dan AW sebagai PPK di Kemensos sebagai tersangka penerima suap. KPK juga menetapkan, Ardian I M dan Harry Sidabuke sebagai pemberi suap tersebut.

Tersangka MJS dan AW disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf (i) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

BACA JUGA :  Berkat Penanganan Korupsi Tata Kelola Timah, Kejaksaan Agung Raih 74% Kepercayaan Publik

Tersangka AIM dan HS disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 4 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Menteri Juliari disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

 

Diduga Terima Suap Rp 17 Miliar

KPK menduga Menteri Sosial (Mensos) Juliari Peter Batubara menerima suap senilai Rp 17 miliar dari fee pengadaan bantuan sosial (bansos) sembako untuk masyarakat terdampak Covid-19 di Jabodetabek. Juliari sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.

“Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama diduga diterima feeRp 12 miliar yang pembagiannya diberikan secara tunai oleh MJS (Matheus Joko Santoso) kepada JPB (Juliari Peter Batubara) melalui AW (Adi Wahyono) dengan nilai sekitar Rp 8,2 miliar,” kata kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung KPK pada Ahad (6/12) dini hari.

Pemberian uang tersebut selanjutnya dikelola oleh Eko dan Shelvy N selaku orang kepercayaan Juliari. Uang tujuannya digunakan untuk membayar berbagai keperluan pribadi Juliari.

“Untuk periode kedua pelaksanaan paket Bansos sembako, terkumpul uang feedari bulan Oktober 2020 sampai dengan Desember 2020 sejumlah sekitar Rp 8,8 miliar yang juga diduga akan dipergunakan untuk keperluan JPB,” tambah Firli.

Sehingga, total suap yang diduga diterima Juliari adalah senilai Rp 17 miliar. Perkara ini, menurut Firli, diawali adanya pengadaan bansos penanganan Covid-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial RI tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp 5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode.

BACA JUGA :  Berkat Penanganan Korupsi Tata Kelola Timah, Kejaksaan Agung Raih 74% Kepercayaan Publik

“JPB (Juliari P Batubara) selaku Menteri Sosial menunjuk MJS (Matheus Joko Santoso) dan AW (Adi Wahyono) sebagai Pejabat Pembuat Komitmen) dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukan langsung para rekanan,” ungkap Firli.

Diduga disepakati adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS.

“Untuk fee tiap paket bansos di sepakati oleh MJS dan AW sebesar Rp 10 ribu per paket sembako dari nilai Rp 300 ribu per paket bansos,” tambah Firli.

Selanjutnya Matheus dan Adi pada Mei sampai dengan November 2020 membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa suplier sebagai rekanan yang di antaranya Ardian IM, Harry Sidabuke dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus.

“Penunjukan PT RPI sebagai salah satu rekanan tersebut diduga diketahui JPB dan disetujui oleh AW,” ungkap Firli.

Dari operasi tangkap tangan (OTT) pada Sabtu, (5/12) di beberapa tempat di Jakarta, petugas KPK mengamankan uang dengan jumlah sekitar Rp 14,5 miliar dalam berbagai pecahan mata uang yaitu sekitar Rp11, 9 miliar, sekitar 171,085 dolar AS (setara Rp2,420 miliar) dan sekitar 23.000 dolar Singapura (setara Rp243 juta). KPK pun menetapkan lima orang tersangka yaitu sebagai tersangka penerima suap Juliari Peter Batubara, Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sedangkan tersangka adalah Ardian IM dan Harry Sidabuke.

Program bansos sembako di Jabodetabek adalah salah satu dari enam program perlindungan sosial di Kementerian Sosial yang diselenggarakan pemerintah untuk mengatasi pandemi Covid-19. Total anggaran untuk bansos sembako Jabodetabek adalah senilai Rp 6,84 triliun dan telah terealisasi Rp 5,65 triliun (82,59 persen) berdasarkan data 4 November 2020.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.