Kebijakan Pemerintah Mengenai Larangan Mudik Adalah Bagian Dari Pembatasan Sosial Berskala Besar

oleh
Muh. Rullyandi Pakar Hukum Tata Negara. Foto: Net

Oleh :
Muhammad Rullyandi
(Pakar Hukum Tata Negara)

Pemerintah resmi membuat kebijakan larangan mudik yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik. Keputusan Pemerintah dalam merumuskan kebijakan larangan mudik atau dikenal dengan istilah (beleid) ditengah situasi darurat kesehatan masyarakat dapat ditelusuri apakah keputusan pemerintah mengenai larangan mudik tersebut telah sesuai dengan konstitusi maupun dengan substansi Undang – Undang No. 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Pendekatan kontekstual relasi yuridis UUD 1945, Undang – Undang tentang Karantina Kesehatan dan Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dihubungkan dengan adanya kebijakan penyelenggaraan karantina kesehatan dengan pembatasan sosial berskala besar merupakan kewenangan penuh dan konsistensi pemerintah menghadapi pilihan kebijakan penyelenggaraan karantina dengan status darurat kesehatan antara karantina wilayah dan pembatasan sosial berskala besar.

Pembatasan sosial berskala besar diatur secara spesifik dalam pasal 59 ayat (3) Undang – Undang tentang Karantina Kesehatan bahwa Pembatasan Sosial Berskala Besar paling sedikit meliputi : peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan dan pembatasan kegiatan di tempat. Adapun Ketentuan tersebut juga ditegaskan pada pasal 4 Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar.

BACA JUGA :  5 Smelter Hasil Sitaan Dititipkan Kejaksaan RI ke Kementerian BUMN Dalam Perkara Kasus Korupsi Timah

Maksud pembentuk undang – undang sepanjang frase “paling sedikit meliputi” sebagaimana dimaksud Pasal 59 ayat (3) UU tentang Karantina Kesehatan Junto Pasal 4 Peraturan Pemerintah tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar, dapat dimaknai memberikan suatu kelonggaran dan fleksibilitas terhadap berbagai kegiatan – kegiatan yang dibatasi oleh pemerintah sepanjang memperhatikan keadaan dinamika yang terjadi di masyarakat yang bersifat keadaan kondisional bersyarat. Ukuran subjektifitas dan objektifitas pemerintah didalam menilai keadaan kondisional bersyarat merupakan kewenangan konstitusional pemerintah yang diamanahkan konstitusi mengingat konstitusi menjamin setiap orang berhak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H UUD 1945) dan tanggung jawab negara terutama pemerintah atas perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia (Pasal 28 H ayat 4).

BACA JUGA :  5 Smelter Hasil Sitaan Dititipkan Kejaksaan RI ke Kementerian BUMN Dalam Perkara Kasus Korupsi Timah

Konsistensi pemerintah dalam menerapkan pilihan Kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar, implementasinya perlu mempertimbangkan potensi besarnya ancaman, efektifitas dan tingkat dampak sosial dengan didukung data intensitas penyebaran covid 19 yang hingga pada tanggal 27 April 2020 dengan kasus positif 9.096 tersebar di 24 Provinsi. Maka demikian, keadaan kondisional bersyarat memungkinkan pemerintah sebagai penanggungjawab penyelenggaraan karantina kesehatan yang diberikan kewenangan penuh untuk mengambil sikap langkah antisipasi dengan menambahkan kegiatan mudik sebagai jenis kegiatan baru yang dilarang terhadap terjadinya potensi pergerakan yang luas dengan adanya penyebaran pada suatu kegiatan mudik dari satu wilayah ke wilayah lain.

Disamping peran Pemerintah, landasan sosiologis Undang – Undang tentang Karantina Kesehatan pada bagian diktum konsiderans menimbang juga menegaskan dibutuhkannya peran serta masyarakat dalam upaya cegah tangkal dalam penyebaran covid 19, sebagaimana pasal 9 ayat (2) Undang – Undang tentang Karantina Kesehatan yang menyatakan “setiap orang berkewajiban ikut serta dalam penyelenggaraan karantina kesehatan”. Dengan adanya kewajiban setiap orang dalam rangka ikut serta penyelenggaraan karantina kesehatan maka diperlukan kesadaran hukum kepada masyarakat khususnya untuk menahan diri tidak melakukan perjalanan mudik karena kepentingan keselamatan rakyat merupakan taruhan negara menghadapi ancaman darurat kesehatan covid 19.

BACA JUGA :  5 Smelter Hasil Sitaan Dititipkan Kejaksaan RI ke Kementerian BUMN Dalam Perkara Kasus Korupsi Timah

Sehingga tujuan utama pemerintah menerbitkan kebijakan larangan mudik adalah sebagai upaya untuk memutus rantai penyebaran covid 19 dan berlaku di seluruh wilayah indonesia baik wilayah yang berstatus Zona Merah maupun wilayah yang berstatus Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Dengan demikian, sikap pemerintah dalam mengambil kebijakan pengendalian transportasi selama masa mudik atau larangan mudik lebaran sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan No. 25 Tahun 2020 adalah kebijakan yang tepat sesuai dengan ruang lingkup pembatasan sosial berskala besar yang tidak dapat dikelompokan dalam konteks karantina wilayah. (***)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.