Fakta Persidangan, Dua Saksi Ahli sebut Kawasan Terbakar Masuk Hutan Produksi dan Pengelolaan Hutan Harus Izin Kementerian

oleh

Forumkeadilanbabel.com, PANGKALPINANG- Pelaksanaan sidang perkara dugaan pembakaran lahan dan hutan (karhutla) dengan terdakwa Abdullah alias Dul Ketem dan Herman yang kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Sungailiat semakin menarik, Kamis (5/3/2020).

Pasalnya sidang dengan agenda mendengarkan keterangan dua saksi ahli dari Dinas Kehutanan, JPU menghadirkan Heru Sri Widodo SSi MSi, pekerjaan sebagai PNS adalah ahli BPKH (Balai Pemantapan Kawasan Hutan) dan Ujang Supriyaman pekerjaan PNS Dinas Kehutanan Babel ahli Kehutanan.

Dalam memberikan keterangan dua saksi ahli ini dinilai sebagian besar pengunjung sidang cukup tegas dan mantap di bidang keahliannya masing-masing.

Sidang yang dipimpin majelis hakim Fatimah SH MH dan hakim anggota, Dewi Sulistiarini SH MH dan Melda Lolyta Sihite SH M.Hum dimulai pukul 13.00 hingga 16.24 WIB.

Awalnya sempat ada perbedaan pendapat dikarenakan menurut penasehat hukum, kedua saksi ahli yang dihadirkan tidak berkompeten karena tidak bisa menunjukkan sertifikat ahli.

Namun berhubung kedua saksi sudah ada dalam pemberkasan di kepolisian dan juga saksi dari dinas Kehutanan, majelis hakim tetap melanjutkan sidang.

” Keberatan dari penasehat hukum kami catat dan bisa disampaikan dalam pledoi. Kita nilai saksi ini sudah berkompeten karena ahli di bidang kehutanan (pemerintah) bukan dari independen,” kata Fatimah, hakim ketua.

Dalam kesaksiannya, Heru Sri Widodo menyampaikan jika dirinya sudah empat kali bersaksi menjadi ahli dan semuanya terbukti.

“SK 357 tahun 2004 menunjukkan kawasan hutan di provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kemudian SK 798 tahun 2012 masih sama menunjukkan Hutan Produksi (HP). Lalu tahun 2014 SK 1856 ditetapkan sebagai kawasan hutan dengan luas 833 hektare,” kata Heru dalam persidangan.

BACA JUGA :  Buka MUSRENBANG RPJPD, Wabup Debby : Kita Harus Miliki Visi yang Jelas dan Visioner tentang Masa Depan Daerah

Saksi ahli Heru juga sempat ditanya oleh penasehat hukum, Budiono SH menjelaskan kalau dirinya dimintai keterangan penyidik di kantor.

“Saya diperiksa oleh penyidik bernama Husni dan dimintai keterangan di kantor saya yakni Dinas Kehutanan. Saya tahu dalam pemeriksaan dalam perkara terdakwa adalah karhutla,” jawab Heru.

Saat ditanya soal saksi tidak berada di lokasi, idealnya atau harus ke lokasi? Heru menjawab dengan tegas tidak harus.

Kemudian saksi Heru ditanya oleh penasehat hukum, Firdaus Djuwaid SH dalam keahlian ada 6 poin. Saksi ditanya dari mana tahu titik koordinat wilayah hutan produksi masuk yang terbakar seluas 3 hektare masuk kawasan hutan produksi tetap Baturusa.

” Kita di Kementerian LingkunganKehutanan punya data kawasan secara digital yang selama ini peta dan data base kawasan Bangka Belitung. Setelah menerima koordinat yang dikirim oleh penyidik dan kami masukkan ke data base semuanya masuk ke dalam hutan produksi. Jadi sistem peta kita dibagi menjadi zona-zona. Untung di Bangka Belitung zona kita ada 48 S. Beda lagi di Palembang 46 dan begitu juga di provinsi lain,” jelas Heru.

Untuk menentukan lokasi titip B dan S, kata Heru, memakai software hard.

” Kami menggunakan sistem software tidak bisa manual. Jadi bahan bakunya atau dasarnya menggunakan peta digital kawasan hutan dan titik koordinat yang diambil di lapangan jika lokasi kebakaran benar di lokasi hutan produksi,” jawab Heru.

BACA JUGA :  Tanpa Kompromi, Kejati Sikat Sang Mafia Tanah Frangky

Heru juga menjawab difinisi apa itu kawasan hutan?

“Kawasan hutan adalah kawasan yang ditunjuk atau ditetapkan sebagai kawasan hutan tetap oleh negara. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang memang hasilnya hutan kayu atau bukan kayu,” jelas Heru.

Saat ditanya majelis hakim, seberapa akuratnya koordinat atau alat yang digunakan ahli untuk menentukan kawasan hutan ? Ahli Heru menjawab jika metode yang mereka pakai paling kecil kesalahannya.

” Dari koordinat yang diambil pihak kepolisian dan kami cocokkan dengan alat kami paling meleset 5 meter,” kata Heru menjawab pertanyaan hakim.

Sementara itu, saksi ahli Ujang Supriyaman sebagai ahli kawasan hutan mendefinisikan kawasan hutan menjadi tiga bagian.
” Ada kawasan hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Domain saya ketiga itu, kalau yang lain bukan ahli saya,” terang Ujang dalam persidangan.

Saksi Ujang juga menjelaskan segala bentuk pengelolaan hutan sudah diatur oleh pemerintah.

” Salah satu hutan baik hutan lindung maupun hutan produksi yang dikelola oleh masyarakat harus ada izin dari menteri. Kemudian hutan taman rakyat yang khusus berada di hutan produksi jika masyarakat yang terlanjur mengelola juga harus ada mengajukan izin biar ada legalitas dan harus ada izin menteri juga,” bener Ujang.

Kemudian, kata Ujang, ada pola kemitraan di daerah juga tetap izin menteri dan dilaporkan.

BACA JUGA :  Tekan Inflasi, Pemkot Pangkalpinang Gandeng Bank Sumsel Babel Gelar Operasi Pasar Murah

” Boleh juga izin gubernur tapi tidak boleh izin dari kepala desa (kades). Ibaratnya Izin pemanfaatan kalau dari gubernur boleh atau sah tapi kalau dari kades masih remang-remang bisa jadi untuk hak milik,” jelas Ujang.

Saat ahli Ujang ditanya oleh PH dua terdakwa soal perambahan hutan dan pembalakan liar. Ujang menjelaskan kalau perambahan kawasan hutan itu adalah segala kegiatan merambah atau menjarah  kawasan hutan seperti halnya kegiatan penambangan yang merambah kawasan dan kegiatan perkebunan dengan cata membakar lahan di kawasan hutan untuk membuka perkebunan.

“Sedangkan pembalakan liar itu penebangan pohon-pohon di dalam kawasan hutan atau disebut juga ilegal loging,” terangnya.

Bahkan Ujang sempat ditanya terkait bagaimana masyarakat memanfaatkan hutan menjadi legal?

” Tadi saya sudah sebutkan ada program atau kebijakan pemerintah. Ada hutan tanaman rakyat, hutan desa dan hutan adat. Nah pola kemitraan itu bisa diajukan ke pemerintah dengan sistem pinjam selama 35 tahun,” terangnya.

Saat penasehat hukum ingin menunjukkan bukti pola kemitraan terdakwa ke majelis hakim, permintaan tersebut ditolak karena tidak ada dalam berkas atau tidak dijadikan bukti. Majelis hakim mempersilahkan untuk membacanya saja.

Setelah mendengarkan keterangan dua saksi ahli, sidang ditunda Selasa mendatang (10/3/2020) dengan agenda pemeriksaan kedua terdakwa. Sebenarnya JPU masih ingin menghadirkan keterangan ahli pidana. Namun mengingat waktu dan juga hakim meminta kepada penasehat hukum agar menyiapkan saksi A d charge (meringankan) setelah sidang pemeriksaan terdakwa. (rom)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.