Pihak Keluarga Korban Pertanyakan Si Pelaku Pencabulan Masih Berkeliaran

oleh
Ilustrasi (istimewa)
Ilustrasi (istimewa)
Forumkeadilanbabel.com, Bangka Barat — Her seorang ibu dari murid SD N 16 Tempilang yang masih duduk di kelas 6 SD mempertanyakan komitmen pihak penyidik Polres Bangka Barat yang hingga saat ini belum melakukan penahanan kepada oknum guru SD N 21 Tempilang yang diduga kuat telah melakukan pencabulan terhadap anaknya yang masih di bawah umur.
“Kenapa ya? Kok polisi masih terus membiarkan si Atn ini berkeliaran. Atn ini yang mencabuli putri kami dan hal ini sudah kami laporkan sekitar dua bulan lalu,” ungkap Her kepada sejumlah wartawan di kediamannya, Rabu (27/6/2018).
Her menegaskan jika dirinya telah membuat surat laporan polisi sejak Kamis, 29 Maret 2018 silam.
“Saat itu kami didampingi pihak KPAD Bangka Belitung secara resmi melaporkan perkara tersebut dengan No. Surat : STPL/B-31/III/2018/Babel/Res Babar/SPKT. Tapi sampai saat ini kami melihat si pelaku masih bebas berkeliaran di kampung kami,” kata Her dengan nada kecewa.
Her pun lalu menceritakan kronologis kejadian yang menimpa putrinya. Dia mengungkapkan jika pada hari Minggu, 18 Maret 2018 silam, anaknya sebut saja Bunga murid kelas 6 SD Negeri 16 Tempilang desa Penyampak telah dibawa ke pantai Kuarsa Desa Tanjung Niur
bersama 3 orang temannya yang juga masih dibawah umur oleh si Atn (oknum guru di SD Negeri 21 Tempilang) warga desa Penyampak tanpa sepengetahuan dan seizin orang tuanya.
“Karena mengetahui orang tua akan marah karena pulang terlambat, maka anak kami tidak berani pulang ke rumah pada malam harinya. Akhirnya kami mencari keberadaannya pada malam itu tetapi tidak berhasil. Keesokan harinya, Senin 19 Maret 2018 kami ketahui bahwa pada malam tersebut putri kami menginap di rumah temannya yang bernama Linda. Akan tetapi setelah kami datangi rumah orang tua Linda, anak kami sudah tidak berada di tempat. Kemudian pada sore harinya kami mengetahui informasi dari warga, bahwa anak kami bersama temannya bersembunyi disebuah perkebunan kelapa sawit di desa kami, dan kami pun berhasil membawa pulang putri kami,” cerita Her.
Masih kata Her, setelah putrinya berada di rumah, sore itu juga dirinya berinisiatif untuk memberi bimbingan kepada putrinya dengan mendatangi Babimkamtibmas.
“Kami pun meminta bantuan Babinkantibmas Desa Penyampak Bapak Krisyanto, karena kebiasaan di desa kami kalau anak yang agak sulit dinasehati biasanya kami meminta bantuan Babinkamtibmas untuk menasehatinya. Diluar dugaan kami, saat diberi bimbingan oleh Bapak Krisyanto, anak kami memberi pengakuan jika ia pernah disetubuhi oleh Sdr. Atn yang hari sebelumnya membawa mereka ke pantai. Namun kejadian pencabulan itu sudah lama yaitu ketika ia masih duduk di kelas 5 SD, dan telah berulang-ulang,” bebernya.
Her sebenarnya sudah mengetahui kedekatan putrinya dengan tersangka pelaku, tapi dirinya tidak pernah berpikir buruk karena hubungan keluarga dari pihaknya dengan pelaku baik-baik saja. Dia menganggap seperti perlakuan seorang kakek kepada cucunya.
“Kami juga tahu pelaku sering membeli jajan kepada anak kami semenjak masih bersekolah PAUD, namun kami tidak menaruh persangkaan buruk terhadap si Atn ini,” akunya.
Dengan kejadian itu maka pada  malam harinya, Senin (19/3/2018) dengan didampingi Babinkamtibmas pihak Her melaporkan perkara tersebut ke Polsek Tempilang, akan tetapi di Polsek Tempilang tidak terdapat satuan yang dapat menangani perkara tersebut dikarenakan belum adanya Unit PPA dan tidak adanya polisi wanita.
Dengan pertimbangan tersebut Kapolsek Tempilang menugaskan kembali Babinkantibmas Desa Penyampak untuk mendampingi pihak orang tua korban  membuat pelaporan ke Unit PPA Polres Bangka Barat pada esok harinya, Selasa (20/3/ 2019). Pada hari tersebut pihak orang tua korban telah diperiksa oleh petugas di Unit PPA, serta divisum di RSUD Bangka Barat dengan didampingi petugas Unit PPA Polres Bangka Barat.
Namun seminggu setelah pelaporan tersebut pihak keluarga korban melihat belum ada kemajuan dari proses perkara tersebut, maka atas saran yang masuk, pihak keluarga korban akhirnya mengadu ke KPAD (Komisi Perlindungan Anak Daerah) Bangka Belitung di Pangkalpinang.
“Dalam konsultasi dengan pihak KPAD kami diminta menunjukkan surat pelaporan kami, kami tidak bisa menunjukan surat tersebut karena memang tidak ada, ternyata kedatangan kami ke Unit PPA Polres Bangka Barat pada Selasa 20 Maret 2018 silam itu hanya berstatus aduan (bukan Laporan), hal itu dikarenakan kami tidak tahu perbedaan pelaporan dan pengaduan. Pada saat masih dalam status aduan, kami dimintai barang bukti
oleh Kanit PPA Bripka Rhamdoni, SH melalui telepon, yang kemudian kami serahkan pada Selasa (27/3/ 2018), yaitu barang buktinya berupa HP, sepatu dan pakaian milik korban,” terang Her panjang lebar.
Akhirnya pada hari Kamis, 29 Maret 2018 dengan didampingi pihak KPAD Bangka Belitung pihaknya resmi melaporkan perkara tersebut dengan No. Surat : STPL/B-31/III/2018/Babel/Res Babar/SPKT.
Setelah pelaporan tersebut, beberapa hari kemudian pihak korban akhirnya dimnta oleh Pihak Unit PPA Bangka Barat untuk
menghadirkan beberapa saksi yang pernah disebutkan oleh korban ketika pelaku membawa korban ke pantai pada Minggu, 18 Maret 2018.
“Kami pun menghadirkan saksi tersebut yang antara lain Sulis, Linda, Muti, dan seorang suadara kandung saksi korban yaitu Saprun untuk memberikan keterangan. Bahkan saksi Saprun sempat menyerahkan rantai sepeda yang pernah dititipkan pelaku kepadanya sebagai barang bukti bahwa saudara Atoni ini pernah meminta Saprun mengganti rantai
sepeda korban,” bebernya lagi.
Dikatakan Her jika dalam proses perkara ini, pihak Unit PPA telah 2 kali memanggil pihak korban melalui surat resmi untuk keperluan pemeriksaan yaitu :
1. Surat tertanggal 13 April 2018 No. B/50/IV/2018/Reskrim menghadap Bripka. Rhamdoni, SH,
2. Surat tanggal 24 April 2018 No. SP.GIL/38/IV/2018/Reskrim teruntuk korban atas nama FR sebagai korban dan No. No. SP.GIL/39/IV/2018/Reskrim teruntuk Her sebagai ibu korban untuk menghadap Brigpol Angga Fansuri dan dipertemukan dengan pelaku.
” Karena perasaan tidak puas kami melihat pelaku masih bebas berkeliaran dan belum diproses sesuai harapan kami, dan kami selalu tidak dapat jawaban yang memuaskan ketika pihak PPA, serta terkadang mereka sulit untuk dihubungi, dengan ketidak berdayaan kami. Kami pun memcoba mengadu ke Unit PPA Polda Bangka Belitung pada tanggal 14 Mei 2018, ketika itu Unit PPA Polda Kep. Bangka Belitung menghubungi Unit PPA Bangka Barat dan mereka mengatakan bahwa perkara kasus ini masih dalam penyilidikan mengingat tidak ada saksi melihat kejadian tersebut dan handpone milik korban harus dibawa ke Palembang untuk pemulihan data yang telah terhapus, padahal menurut kami yang awam ini SMS korban dan tersangka pelaku sudah cukup membuktikan bahwa ada kedekatan
antara tersangka pelaku dan korban, yang tidak pernah pihak Unit PPA menanyakan atau mengkonfirmasi lebih jauh tentang maksud dan tujuan isi SMS tersebut kepada kami, padahal isi SMS tersebut tidak mudah untuk dimengerti dikarenakan ada sebagian menggunakan bahasa desa Penyampak,” pungkasnya.
BACA JUGA :  Turun ke Desa Irat, Bupati Riza sebut Kunjungannya Bukan untuk Dilayani tapi Melayani Masyarakat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.