JALAN TEROR

oleh

         Priyono B Sumbogo

 

 

Terorisme telah mewarnai sejarah perkembangan umat manusia, terutama pada abad 18 Masehi, isu terorisme menyebar ke Eropa, ketika pemerintah transisi hasil Revolusi Perancis yang melakukan pembunuhan massal terhadap penentang pemerintahan hasil revolusi yang baru terbentuk antara tahun 1793–1794. Pemerintahan tersebut kemudian dikenal sebagai régime de la terreur (Hoffman, 2006:3).

Muhammad Subhan menulisTerorisme juga terjadi di wilayah-wilayah lain Eropa, antara lain terjadi di Rusia pada 1870 yang bernama People’s Retribution (Crenshaw, 1995), kemudian pembajakan pesawat El Al airliner rute Tel Aviv, Israel menuju Roma, Italia yang dilakukan oleh Popular Front for the Liberation of Palestine (PFLP) tahun 1968 yang menandai munculnya terorisme modern atau dikenal dengan the Age of Modern Terrorism (Journal of International Relations, Volume 2, Nomor 4, Tahun 2016, hal. 59-67).

Memasuki abad 20 ditandai dengan peristiwa besar terorisme, tepatnya pada 11 September 2001, sebanyak 19 teroris membajak empat pesawat komersil di Amerika Serikat (AS) yang ditabrakan ke menara kembar World Trade Center (WTC) di New York, kemudian gedung pertahanan Amerika Serikat, Pentagon di Arlington, Virginia, dan pesawat keempat jatuh di Pensylvania. \

BACA JUGA :  Sengketa Pilpres 2024 di MK, Yusril Disebut Nekad Kumpulkan Pengacara Gagal

Rangkaian peristiwa tersebut mengakibatkan Menara Kembar World Trade Center runtuh dan 3000 orang meninggal. Peristiwa tersebut kemudian dikenal sepanjang masa sebagai peristiwa 9/11 yang diperingati oleh warga AS setiap tahunnya(bbc.com/2011).

Peristiwa 9/11 bisa dikatakan sebagai peristiwa yang mengubah sejarah. Sejak 9/11, seketika pandangan dunia berubah terhadap terorisme, yang diidentikkan dengan dengan salah satu agama, yaitu Islam. Hal itu disebabkan karena dalang dari 9/11 adalah kelompok Islam Al Qaeda, pimpinan Osama Bin Laden. Melalui siaran TV Arab, Bin Laden mengklaim bahwa dia bertanggungjawab atas serangan terhadap Amerika Serikat tersebut.

Padahal apabila dilihat pada agama-agama lain, juga terdapat kelompok garis keras yang melakukan aksi-aksi teror. Sebagai contoh adalah pembunuhan yang dilakukan kepada Perdana Menteri Israel, Yitzak Rabin pada tahun 1995 yang dilakukan oleh Yigal Amir. Dalam pengakuannya, Yigal mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan adalah atas perintah Tuhan (Hoffman, 2006:82).

Selain itu, di Jepang, ada kelompok Aum Shinrikyo, kelompok yang mengkombinasikan ajaran Buddha, Hindu, dan Kristen, menyebar gas sarin di kereta bawah tanah Tokyo (1995), menewaskan 12 orang dan melukai 3.000 (Rapoport, 2006:61).

BACA JUGA :  Sengketa Pilpres 2024 di MK, Yusril Disebut Nekad Kumpulkan Pengacara Gagal

Satu tahun pasca serangan 11 September, serangan teror mematikan juga terjadi di Indonesia. Pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002, terjadi peristiwa pengeboman oleh teroris di Bali, tepatnya di Sari Club dan Paddy’s Cafe di Jalan Legian, Kuta, Bali yang mengakibatkan 202 orang tewas, 164 orang warga asing dari 24 negara, dan 38 orang lainnya warga Indonesia, serta 209 orang mengalami luka-luka. Bom berjenis TNT seberat 1 kg dan bom RDX berbobot antara 50-150 kg tersebut dilakukan oleh Ali Ghufron alias Mukhlas, Amrozi, Ali Imron, Imam Samudra dan kawan-kawan.

Dari penangkapan-penangkapan yang dilakukan terhadap para pelaku, kemudian memunculkan organisasi Jamaah Islamiyah (JI) yang disebut sebagai dalang di balik bom Bali tersebut. JI diduga berafiliasi dengan organisasi teroris paling diburu di dunia, yaitu Al Qaeda, dengan munculnya keterlibatan Hambali, Komandan Operasi Militer JI, dengan Khalid Sheikh Mohammed, anggota Al Qaeda dan juga otak pelaku bom 11 September (Hoffman, 2006:274).

Bom Bali yang dilakukan oleh kelompok Islam radikal semakin menyudutkan Islam setelah sebelumnya mendapatkan citra buruk oleh tragedi 11 September. Apalagi dengan pengakuan para tersangka bom Bali tersebut yang mengakui bahwa tindakan melakukan pengeboman tersebut dilatarbelakangi oleh agama.

BACA JUGA :  Sengketa Pilpres 2024 di MK, Yusril Disebut Nekad Kumpulkan Pengacara Gagal

Dalam pengakuannya dengan stasiun berita luar negeri dalam program Inside the Mind of a Terrorist! Bali Bombers 2002, baik Ali Ghufron, Amrozi, dan Imam Samudra mengakui bahwa tindakan mereka didorong oleh motivasi agama. Sebagai bentuk qisas atau pembalasan terhadap Amerika Serikat dan sekutunya, seperti Inggris dan Australia yang dianggap telah melakukan pembantaian terhadap saudara sesama Muslim di Afghanistan, Palestina, Moro (Filipina) dan Bosnia (www.youtube.com). Selain bom Bali, selama periode tahun 2000-2009 terjadi aksi-aksi teror yang mencerminkan motivasi agama dan dilakukan oleh anggota jaringan Jamaah Islamiyah.

Kini, bom Surabaya yang disebut-sebut dilakukan oleh jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) semakin menyudutkan Islam, walaupun berbagai pihak menyatakan tidak ada hubungannya antara terorisme dengan agama.

Mungkin memang ada yang salah dalam memahami agama. Tapi mungkin juga ada kekeliruan dalam hidup bermasyarakat dan bernegara sehingga mendorong orang-orang tetertentu memilih jalan teror.

(Forumkeadilan.com)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.